Jumat, 06 Februari 2009

Ta'lim

BAB I
PENDAHULUAN




Semua akademisi sepakat bahwa ilmu Tafsir Al-Qur’an adalah disiplin ilmu tertua dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam. Ilmu ini lahir sejak zaman Rasulullah SAW dan terus berkembang sampai sekarang. Kelahiran ilmu ini tentu tidak lepas dari kebutuhan ummat untuk memahami maksud ayat-ayat Allah yang tertulis dalam kitab-Nya yang mulia. Bahasa Al-Qur’an nan sangat bermutu tinggi, tak ada manusia bahkan jin yang mampu menandinginya, memerlukan pemahaman-pemahaman yang mendalam agar manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi tidak tersesat.
Tidak jarang karena perkembangan zaman, penafsiran seseorang atau sekelompok ummat terhadap Al-Qur’an berbeda dengan penafsiran generasi terdahulu dan individu atau kelompok ummat lainnya. Hal ini membuktikan betapa agungnya kekuasaan Allah SWT, Dzat Pemilik Segala Ilmu, Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Penggenggam Rahasia Bumi dan Langit.
Salah satu imbas dari perkembangan ilmu tafsir pada masa kini adalah mulai dirintisnya cabang ilmu tafsir yang berfokus pada penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan. Cabang ilmu tafsir yang mulai dirintis untuk dikembangkan secara akademis-ilmiah ini dinamakan Tafsir Tarbawi yang akan memperkaya cabang-cabang ilmu tafsir yang telah ada.
Terminologi pendidikan dan pengajaran dalam al-Qur’an menurut Tafsir Tarbawi di antaranya terdiri dari: tarbiyah, ta’lim, ta’dib, dan tazkiyah. Dari kesemua terminologi tersebut, ta’lim lebih berkonotasi pada proses pengajaran ilmu pengetahuan bersifat rasional. Dalam al-Qur’an sendiri terdapat banyak ayat-ayat yang menggugah ummat untuk senantiasa berfikir, menggunakan kemampuan rasionya.

BAB II
PEMBAHASAN




A. PENGERTIAN TA’LIM

Kata تَعْلِيْمُ ditinjau dari asal-usulnya merupakan bentuk mashdar dari kata علََّمَ yang kata dasarnya علَِمَ mempunyai arti “mengetahui”. Kata عَلِمَ dapat berubah bentuk menjadi أَعْلَمَ dan عَلَّمَ yang berarti proses transformasi ilmu. Perbedaannya, أَعْلَمَ yang bermashdar إِعْلََامَ secara spesifik menjelaskan adanya transformasi informasi secara sepintas, sedang عَلَمَ yang mashdarnya تَعَلُّم menunjukkan proses yang rutin dan terus-menerus serta danya upaya yang luas cakupannya sehingga dapat memberi pengaruh pada muta’allim (orang yang belajar).
Perubahan bentuk dari kata علم menjadi عَلَّمَ yang mendapat tambahan tasydid mengandung dua arti:
a. Kata عَلََّمَ dari kata dasar عَََلَمَََ berarti menjadikan sesuatu mempunyai tanda atau identitas untuk dikenali, أَعْلَمَ = menjadikan identitas di atas sesuatu.
b. Kata عَلََّمَ dari kata dasar عََِلَمَََ berarti pencapaian pengetahuan yang sebenarnya, jika berubah menjadi عََلََّمَََ berarti menjadikan orang lain yang tidak mengetahui menjadi tahu.
Bentuk علم yang berubah menjadi عََلََّمَََ (berimbuhan tasydid) terulang sebanyak 34 kali dalam Al-Qur’an. Terdapat pula bentuk تَعَلُّم sebanyak dua kali, yang mayoritas dipakai oleh Allah.

B. TAFSIR AYAT
1. Q.S. Al-Baqarah: 31-32

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar-benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab,"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Makna Ijmaly
Kedua ayat di atas turun sebagai penghibur dan membesarkan jiwa Nabi Muhammad SAW atas kekecewaan dari sikap ummatnya dengan menandaskan Nabi agar melihat apa yang terjadi dengan pada diri bapak ummat manusia, Adam ‘Alaihissalaam.
Kedua ayat ini berkaitan erat dengan peristiwa penciptaan Adam dan pengangkatannya menjadi khalifah Allah di muka bumi yang diwarnai oleh kontroversi dari malaikat.

Makna Tafshily
Ayat 31: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.
Pengajaran Tuhan kepada Adam atas nama-nama benda, menunjukkan kesiapan manusia atas potensinya untuk mengetahui rahasia-rahasia yang ada di bumi, untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam memenuhi hajat dan kemakmuran hidupnya.
Lanjutannya: kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (31) “Mereka menjawab, "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (32).
Perintah kepada malaikat agar menyebutkan nama-nama benda sebagaimana yang akan disebutkan oleh Adam menggambarkan bahwa setiap makhluk di alam ini mempunyai potensi, tetapi potensi tersebut terbatas pada proporsi dan wilayahnya masing-masing.

2. Q.S. Al-Baqarah: 129

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”

Makna
Ayat di atas adalah salah satu do’a dari rangkaian do’a-do’a yang dipanjatkan Nabi Ibrahim takkala mempertinggi pondasi Ka’bah bersama putranya, Isma’il ‘Alaihimassalaam. Dalam do’a-do’anya itu Nabi Ibrahim dengan tegas memohon kepada Allah supaya Makkah aman sentosa dan penduduknya yang beriman mendapat rizqi yang baik dan makanan yang cukup.
Agar penduduk Makkah senantiasa beriman, Nabi Ibrahim memohon kiranya Allah mengutus bagi mereka kelak seorang rasul yang akan membacakan kepada mereka wahyu dari-Nya dan mengajarkan kebijaksanaan atau pemahaman mengenai wahyu tersebut. Sehingga, kesucian hati mereka tetap terjaga, jauh dari kemaksiatan apalagi kemusyrikan.

3. Q.S. Al-Baqarah: 251

“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.”

Makna
Ayat ini berkisah tentang masa ketika Bani Israil di bawah kepemimpinan Raja Thalut, seorang raja yang bersifat sabar dan teguh hati. Suatu saat, Bani Israil akan berperang dengan pasukan Raja Jalut. Sebelum berangkat, Raja Thalut memberikan nasehat bagi pasukannya agar selalu memperkuat keyakinan akan kesucian perjuangan mereka serta melarang pasukannya itu meminum air sungai yang mereka lewati, kecuali seperlunya saja. Larangan ini diberlakukan untuk menguji siapakah golongan yang setia dan taat pada komando sang pemimpin atau golongan yang membangkang. Sebab, dengan kesetiaan dan kataatan pada komando raja-lah, pasukan dapat memenangkan peperangan melawan Jalut.
Di antara pasukan Jalut, terdapat seorang manusia yang secara fisik tidak sebanding melawan Jalut, tetapi atas izin Allah berhasil mengalahkannya. Dialah Nabi Daud ‘Alaihissalaam.
Setelah berhasil mengalahkan Jalut, Daud ‘Alaihissalaam dikarunia oleh Allah kekuasaan menjadi raja selanjutnya dan beberapa hikmah atau pengetahuan. Beberapa pengetahuan itu adalah: kepandaian membuat baju besi sebagai peralatan perang, kemahiran menabuh kecapi, dan suara merdu yang digunakan untuk mendendangkan nama Allah.
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat di atas, di antaranya ialah: seseorang, meskipun ia lemah, baik lemah fisik, ekonomi, dan intelektual harus mempunyai semangat bertahan hidup (struggle for life) jika masih ingin memiliki kehidupan yang berarti. Di samping itu, dengan rahmat-Nya, Allah menetapkan hukum keseimbangan kekuatan antar-ummat manusia. Keseimbangan kekuatan ini penting artinya karena bila tak ada keseimbangan kekuatan, niscaya musnahlah ummat manusia akibat keganasan segolongan ummat manusia lainnya.

4. Q.S. An-Nisa’: 113

“Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.”

Makna
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya, memalingkan hamba-hamba-Nya dari godaaan setan yang menghembuskan aneka macam sifat dan perbuatan jahat lagi tamak, baik dari golongan jin maupun manusia melalui Kitab dan Hikmah yang duturunkan melalui paran nabi/rasul.
Kitab yang dimaksud, menurut para ahli tafsir adalah Al-Qur’an, kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wassalam. Sedangkan Al-Hikmah merupakan pemahaman terhadap makna Al-Qur’an tersebut. Al-Hikmah sekaligus memiliki fungsi pengajaran isi-isi Al-Kitab terutama dalam bidang syari’at. Dengan pengajaran melalui Al-Hikmah, seseorang yang sebelumnya belum mengetahui hukum sesuatu bisa menjadi tahu. Dan, inilah esensi dari pembelajaran atau pendidikan.
Secara khusus, HAMKA menulis bahwa ayat ini berkaitan dengan persengketaan dari kaum Yahudi. Sehingga yang dimaksud segolongan orang yang berkeingnan keras untuk menyesatkan orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi. Wallahu A’lam.

5. Q.S. Al-Kahfi: 65

“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”

Makna
Alkisah, tak kala Musa telah mendapat kemenangan atas Mesir, maka Allah memerintahkannya mengingatkan kaumnya akan nikmat Allah. Lalu Nabi Musa berkhutbah, “Allah telah menganugerahi kita nikmat yang besar, sebab itu marilah kita bersyukur kepada-Nya. Allah telah memilih Nabi kalian (Musa) dan telah bercakap-cakap dengannya.” Mereka menjawab, “Kami telah tahu hal ini, sekarang kami bertanya, siapakah orang paling ‘alim di muka bumi ini?” Musa menjawab, “Aku!” Maka Allah menegurnya karena tak mengatakan “Allahu a’lam” (Allah yang lebih mengetahui). Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa, “Ada seorang hamba yang lebih alim darimu, temuilah ia di pertemuan antara dua lautan, di tepi pantai dekat batu besar!” Berkata Musa, “Ya Rabbi, bagaimana cara saya dapat menjumpainya?” Allah berfirman, “Ambillah seekor ikan dan masukkan ke dalam gentang, bila ikan itu menghilang, maka di sanalah tempatnya.” Pergilah Nabi Musa bersama seorang pemuda menuju tempat dimaksud. Sesampainya di sana, Nabi Musa tertidur sehingga tak sadar jika ikan di gantang telah terjun ke laut. Begitu bangun, mereka melanjutkan perjalanan. Setelah menyadari ikan di gantang telah menghilang, Musa bertanya kepada pengiringnya tentang hal tersebut. Dijawabnya bahwa ikan itu menghilang di tempat Musa tertidur tadi. Maka, kembalilah mereka lalu bertemulah mereka dengan Khaidir.
Khaidir adalah seorang hamba yang dikarunia Allah ilmu ladunny. Menurut HAMKA seorang manusia biasa dimungkinkan mendapat ilmu ladunny melalui proses panjang pensucian jiwa (tazkiyatun nafs). Dari proses tazkiyah tersebut seseorang akan menjadi dekat dengan Allah (muqarribin). Setelah dekat dengan Allah, terpancarlah apa yang oleh orang disebut nur ‘ala nur, sebuah pengetahuan mendalam sebagai karunia langsung dari Allah.
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa proses pendidikan haruslah memiliki dimensi pensucian jiwa, jauh dari kesonmbongan dan kemaksiatan sehingga akan melahirkan hati dan pikiran nan bersih. Bila hati dan pikiran telah bersih dari segala hal-hal yang dapat mengotorinya, niscaya bercahayalah ilmu dalam dirinya. Selain itu, bisa dimaklumkan pula bahwa proses pendidikan tidaklah harus melalui bangku sekolah (jalur formal) tetapi bisa juga melalui jalur non-formal. Wallahu a’lam.

6. Q.S. Yusuf: 101

“Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.”

Makna
Ayat di atas adalah bagian dari penutup surah Yusuf yang mengisahkan perjalanan hidup Nabi Yusuf ‘Alaihissalaam mulai dari masa kecilnya yang penuh keharuan, masa mudanya yang penuh ujian, sampai masa akhir hayatnya nan penuh kejayaan.
Ayat ini merupakan ungkapan syukur Nabi Yusuf atas segala nikmat dan pengetahuan (secara khusus pengetahuan menafsirkan mimpi) yang telah dianugerahkan Allah kepadanya sekaligus permohonan agar dimatikan dalam golongan orang-orang Islam dan dikumpulkan kelak di akhirat beserta orang-orang yang shaleh.

BAB III
PENUTUP





Alangkah banyaknya taburan ayat-ayat yang membedah terminologi pendidikan sebagai ta’lim. Kewajiban kita sebagai muslim yang mendapat warisan Al-Qur’an dan As-Sunnah dari Rasulullah SAW untuk senantiasa mengkaji, merenung, dan mengamalkan makna-maknanya.
Berbicara khusus mengenai pendidikan dalam terminologinya sebagai ta’lim. Perlu kiranya lembaga-lembaga pendidikan Islam mengembangkan sebuah sistem atau metode pendidikan yang sesuai dengan nafas Islam, berdasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Insya Allah, jika dua pusaka itu kita pegang-teguh dalam usaha melahirkan generasi unggulan, pertolongan dan janji-Nya yang membaiat kita sebagai ummat terbaik di antara manusia akan betul-betul terealisasi di masa depan.


DAFTAR PUSTAKA

Munir, Ahmad. 2003. Tafsir Tarbawi. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.
Prof. Dr. HAMKA. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz II. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Prof. Dr. HAMKA. 1983. Tafsir Al-Azhar Juz V. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Yunus, Mahmud. 2004. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta: P.T. Hidakarya Agung.

Keimanan

BAB I

HUBUNGAN ANTARA IMAN, ISLAM, DAN HARI AKHIR

HADITS

عن عمر رضي الله عنه قال : بَِيْنَمَا نَحْن جلوس عند رسول الله ص.م ذات يوم اِذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر لا يرى عليه أثار السفر ولا يعرفه منّا أحد حتى جلس إلى النبي س.م. فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضِع كفيه على فخذيه و قال: يا محمد ا اخبرني عن الإسلام فقال رسول الله : الإسلام أن تشهدأٰن لا إله إلآ الله و انٓ محمد ا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة و تصوم رمضان و تحج البيت إن استطعت إليه سبيلا. قال: صدقت. فعجبنا له يساله ويصدقه. قال: فاخبرني عن الإيمان، قال: ٰن تؤمن بالله و ملائكته و كتبه و رسله و اليوم الاخر و تؤمن بالقدر خيره و شره. قال: ضدقت. قال: فاخبرني عن الإحسان. قال:اٰن تعبد الله كٰانك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك. قال: فاخبرني عن الساعة، قال: ما المسؤول عنها باعلم من السائل. قال: فاخبرني عن امرتها، قال: ان تلد الا مة ربتها و ان ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان. ثم الطلق فلبثت مليا ثم قال: يا عمر اتذري من السائل؟. قلت: الله و رسوله اعلم، قال: فإنه جبريل اتاكم يعلمكم دينكم. رواه المسلم

Dari ‘Umar R.A., beliau berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rosululloh SAW, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi SAW, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata,”Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam!” Kemudian Rosululloh SAW menjawab, ”Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadlon, dan mengerjakan haji ke rumah Alloh jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata, ”Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi, ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman!” (Rosululloh) menjawab, Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.” Orang tadi berkata, ”Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi, ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan!” (Beliau) menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” Orang itu berkata lagi, ”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat!” (Beliau) menjawab, “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata, ”Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya!” (Beliau) menjawab, ”Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.” Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi SAW bersabda, ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu?”. Aku menjawab, ”Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda, ”Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim).


Kosa kata:

طلع

. فأسند

Tinjauan Sanad:

‘Umar R.A. : ialah ‘Umar bin Al-Khattab, khalifah kedua ummat Islam sekaligus mertua Rasulullah SAW dari pihak Hafsah binti ‘Umar bin Khattab. Masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi ke Madinah dan wafat pada tahun 23 H karena dibunuh oleh salah seorang budak Persia bernama Abu Lu’lu’. Muslim : adalah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi lahir di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M dan wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Selain kepada Ad Dakhili, di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW. Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya. Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu' dan wara' dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syiria, hadits yang tercantum dalam karya besarnya, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun. Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari.

Imam Muslim memiliki jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama adalah karyanya, Shahih Muslim judul singkat, yang sebenarnya berjudul Al-Musnad as-Shahih, al-Mukhtashar minas Sunan, bin-Naqli al-’Adl ‘anil ‘Adl ‘an Rasulillah. Sebenarnya kitab tersebut dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena beliau tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yang hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits yang diterima oleh kalangan ulama, hadits-hadits Muslim terasa sangat populis. Imam Muslim berhasil menghimpun karya-karyanya, antara lain seperti: Al-Asma’ wal-Kuna, Irfadus Syamiyyin, Al-Arqaam, Al-Intifa bi Juludis Siba’, Auhamul Muhadditsin, At-Tarikh, At-Tamyiz, Al-Jami’, Hadits Amr bin Syu’aib, Rijalul ‘Urwah, Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, Thabaqat, Al-I’lal, Al-Mukhadhramin, Al-Musnad al-Kabir, Masyayikh ats-Tsawri, Masyayikh Syu’bah, Masyayikh Malik, Al-Wuhdan, dan As-Shahih al-Masnad.


Tinjauan Makna:

Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya. Tidaklah ke-Islam-an dianggap sah kecuali jika terdapat padanya iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan batin. Demikian juga iman tidak sah kecuali ada Islam (dalam batas yang minimal), karena iman adalah meliputi lahir dan batin.


BAB II

BERKURANGNYA IMAN DAN ISLAM KARENA MAKSIAT

HADITS

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: لا يزنى الزانى حين يزنى وهو مؤمن و لا يسرق السارق حين يسرق و هو مؤمن و لا يشرب الخمر حين يشربها و هو مؤمن. رواه المسلم

Dari Abu Hurairah R.A., Sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri ketika mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Shahih Muslim No.86)

Kosa kata:

حين

Tinjauan Sanad:

Abu Hurairah R.A. : adalah Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi atau Abdullah bin Sakhr ad- Dausy at- Tamimy (lahir 598 di Yaman dan wafat 678 M atau tahun 59 H, di Madinah, dan dimakamkan di Baqi' karena sakit), para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama beliau dan nama ayahnya. Beliau sendiri mengidentifikasikan diri bernama Abu Syams pada masa jahiliah dan diganti namanya menjadi Abdullah atau Abdurrahman oleh Rasululloh SAW setelah ia memeluk Islam di Makkah bersama Thufail bin Amr kurang lebih pada tahun 629 M. Mendapat sebutan Abu Hurairah (Bapaknya Anak Kucing) karena suka memelihara dan merawat kucing. Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad, yaitu sebanyak 5.374 hadits. Di antara yang meriwayatkan hadist darinya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan lain-lain. Imam Bukhari pernah berkata, "Tercatat lebih dari 800 orang perawi hadits dari kalangan sahabat dan tabi'in yang meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah".

Mengapa Abu Hurairah begitu banyak meriwayatkan hadits? Jawabnya ialah karena ia termasuk salah satu di antara kaum fakir muhajirin yang tidak memiliki keluarga dan harta kekayaan, yang disebut Ahlush Shuffah yang bertempat tinggal di depan Masjid Nabawi, sehingga di kala sahabat lain sibuk bekerja, ia dapat mengamati perilaku kehidupan Nabi sehari-hari secara lebih dekat. Beliau pernah menjabat Gubernur Madinah dan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab menjadi gubernur wilayah Bahrain untuk masa tertentu. Tapi, karena mendapat fitnah korupsi, ia diberhentikan. Saat Umar bermaksud mengangkatnya lagi untuk yang kedua kalinya, ia menolak. Ketika perselisihan terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, ia tidak berpihak kepada salah satu di antara mereka. Pada masa kini, banyak pengamat hadits yang mulai mengkritisi Abu Hurairah terutama dari kalangan Syi’ah disebabkan oleh adanya beberapa hadits riwayatnya yang dinilai bertentangan dengan Al-Qur’an, tidak rasional, dan berbau Israilliyat. Di samping itu, ada kecurigaan sebagian kalangan Syi’ah atas kredibilitasnya karena meriwayatkan hadits jauh melampaui sahabat nabi lainnya bahkan daripada ‘Aisyah, isteri Nabi yang selalu dekat dengan Nabi. Kalangan Syi’ah-pun menolak semua hadits yang diriwayatkannya. Wallahu A’lam.

Muslim : telah dibahas sebelumnya.


BAB III

RASA MALU SEBAGIAN DARI IMAN

HADITS I

عن ِبن عمر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: الحياء من الإيمان. متفق عليه

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Malu adalah sebagian dari iman." Muttafaq Alaihi.

HADITS II

و عن إبن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن مما ا درك الناس من كلام النبوة الاولى إذا لم تستح فاصنع ما شئت. أخرجه البخارى.

Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Di antara nasehat yang didapat orang-orang dari sabda nabi-nabi terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu berbuatlah sekehendakmu." Riwayat Bukhari.

Kosa kata:

الحياء

تستح

Tinjauan Sanad:

Hadits I

Ibnu ‘Umar R.A. : adalah Abu ‘Abdurrahman Abdullah bin ‘Umar bin al-Khaththab al-Quraisyi al-‘Adawy lahir di Makkah tahun 618 M dan wafat di kota yang sama tahum 73 H/695 M. Beliau adalah saudara kandung Hafshah binti ‘Umar bin Al-Khaththab, isteri Nabi. ‘Abdullah ini meriwayatkan 2630 hadits. 1700-an di antaranya disepakati oleh Bukhari-Muslim. 81 diriwayatkan oleh Bukhari sendiri, sedang Muslim sendiri meriwayatkan 31 hadits darinya.

Muttafaqun ‘Alaih : adalah sebutan bagi Bukhari-Muslim, yang mana suatu hadits telah disepakati keshahihannya oleh dua Imam hadits terbesar tersebut.

Hadits II

Ibnu Mas’ud R.A. : adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al Hudzaly, sahabat Nabi tergolong As Sabiqunal Awwalun yang wafat di Madinah tahun 32 H/654 H. Jenazahnya dishalatkan oleh Khalifah ‘Utsman. Beliau meriwayatkan sejumlah 848 hadits. Disepakti oleh Bukhari-Muslim sebanyak 64, Bukhari sendiri: 21, dan Muslim sendiri: 35 hadits.

Bukhari : adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju'fiy Al Bukhari, lahir pada hari Jumat, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M) dan meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 km) sebelum Samarkand.. Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman Al-Ja’fiy. Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya. Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil. Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti "al-Mubarak" dan "al-Waki".

Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, di mana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Di antara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya. Karyanya yang pertama berjudul "Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien" (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab "At-Tarikh" (Sejarah) yang terkenal itu. Karya lainnya antara lain: kitab Al-Jami' ash Shahih, Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al 'Ilal, Raf'ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du'afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami' as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari. Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim). Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu'allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.

Tinjauan Makna:

Hadits I

Hadits II


DAFTAR PUSTAKA

Abu Hurairah, dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. Internet: http://www.id.wikipedia.org/

Al-Atsqalaniy, Ibnu Hajar. t.t. Bulughul Maram min Adilat Al-Ahkam. Surabaya: Darul ‘Abidin li Ath-Thabaa’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi’.

Ad-Dimasyqi, Zakiyuddin Abdul Adhim Al-Mundzariy. t.t. Mukhtashar Shahih Muslim. Damaskus: Al-Maktabah Al-Islamiy

Anshar, Muhammad Yusran. ed. t.t. Matan Hadits Arba’in dan Dzikir Pagi dan Petang Solo: Pustaka At-Tibyan.

Ash-Shiddieqy, T.M. Hasby. 1974. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Efendi, Sofyan. 2006. Hadits Web 3.0 Kumpulan dan Referensi Belajar Hadits (Software). Internet: http://opi.110mb.com/

Khawarij

BAB I

PENDAHULUAN

Berbicara mengenai Ilmu Kalam dan Filsafat Islam bagi sebagian orang terkesan membingungkan. Betapa tidak, banyak kemiripan-kemiripan dari kedua disiplin ilmu tersebut. Mulai dari obyek bahasan, metode pembahasan, dan lain sebagainya. Namun, jika dipelajari lebih lanjut, sebenarnya Ilmu Kalam dan Filsafat Islam mempunyai perbedaan-perbedaan mendasar.

Ilmu Kalam, dinamakan demikian karena ilmu ini membahas permasalahan-permasalahan yang berujung pangkal pada pertanyaan: apakah kitab Allah yang kita baca (Al-Qur’an) termasuk makhluk yang bersifat qadim?

Substansi ilmu ini sendiri merupakan teori-teori (Kalam) dengan menggunakan logika dalam penetapan dalil-dalilnya, tidak ada yang diwujudkan ke dalam kenyataan atau diamalkan secara fisik

Ilmu Kalam disebut juga Ilmu Tauhid sebab pembahasannya yang paling menonjol menyangkut pokok-pokok keyakinan terhadap ke-esaan Allah (tauhid) yang merupakan asas fundamental agama Islam. Istilah yang populer digunakan memang Ilmu Kalam. Itupun baru terkenal di masa Daulah Abbasiyyah sesudah terjadi banyak perdebatan-perdebatan.

Adapaun filsafat merupakan kata Arab yang berakar dari bahasa Yunani “filosofia”. “Filosofia” berasal dari dua kata, “filo” dan “sofia “. Filo berarti “cinta” dalam arti seluas-luasnya. Sofia artinya “kebijaksanaan”. Jadi, filsafat bermakna, “cinta kepada kebijaksanaan” atau “ingin mengerti secara mendalam”.

Bila dilekatkan dengan Islam menjadi Filsafat Islam, maka akan diperoleh pengertian: “rasa ingin tahu yang mendalam atau cinta pada kebijaksanaan ajaran Islam”. Perbedaannya dengan Ilmu Kalam adalah Filsafat Islam tidak membahas perkara-perkara pokok agama (ushuly), tetapi lebih pada perkara-perkara selain itu.

Sejarah Filsafat Islam sendiri diawali dari usaha-usaha penerjemahan manuskrip-manuskrip Yunani pada era keemasan Daulah Bani Abbasiyyah. Tokoh kunci yang dianggap sebagai pencetus Filsafat Islam adalah: Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, dan lain-lain.

LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu firqah (golongan) yang berkembang dalam khazanah pemikiran Islam sejak zaman klasik hingga sekarang adalah Khawarij. Sebenarnya, apa dan siapakah Khawarij itu? Bagaimanakah sejarah timbul dan berkembangnya? Siapa pula tokoh-tokohnya dan bagaimanakah pendapat-pendapatnya? Makalah ini akan mencoba membahasnya.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN SEJARAH LAHIRNYA

Golongan Khawarij adalah pengikut Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib yang tidak setuju dengan adanya gencatan senjata dan perundingan (tahkim atau arbitrase) antara pihak-pihak yang terlibat dalam Perang Shiffin, yaitu Mu’awiyah dan ‘Ali.[1]

Mereka dinamakan “Khawarij”, karena mereka keluar (kha-ra-ja) dari rumah-rumah mereka dengan maksud berjihad di jalan Allah. Mereka dinamakan juga “Syurah” karena mereka menganggap bahwasanya diri mereka telah mereka jual kepada Allah. Dinamakan juga “Haruriyah” karena mereka berlindung ke suatu kota kecil dekat Kuffah yang bernama Harur sepulangnya dari medan Perang Shiffin. Mereka dijuluki pula “Muhakkimah” dikarenakan mereka selalu mempergunakan semboyan “Laa hukma illa lillah” (tiada hukum melainkan bagi Allah).[2]

Peristiwa yang paling mendasar pengaruhnya sebagai pemicu lahirnya firqah ini adalah saat ‘Ali hendak mengirim Abu Musa Al-Asy’ari ke Daumatul Jandal untuk menyelesaikan urusan tahkim dengan pihak Mu’awiyah. Tokoh-tokoh Khawarij yang sebelumnya telah menyampaikan keberatan atas pengiriman Abu Musa Al-Asy’ari seperti Harkus bin Zuhair As-Sa’di dan Zur’ah bin Al Burj Ath-Tha-i berkumpul di rumah Abdullah bin Wahab Ar Rasibi. Tuan rumah pertemuan itu mengajak teman-temannya untuk memisahkan diri. Abdullah bin Wahab sendiri akhirnya diangkat sebagai pemimpin. Pertemuan itu ditindaklanjuti di rumah Syarih bin Aufa Al Abasi yang menghasilkan keputusan untuk pergi sendiri-sendiri ke Nahrawan dan mengajak penduduk Bashrah mengikuti jejak langkah mereka.

Pasca peristiwa tahkim, ‘Ali bin Abi Thalib mengirim surat kepada orang-orang Khawarij di Nahrawan. Akan tetapi surat itu ditolak oleh orang-orang Khawarij, kemudian ‘Ali mengirim utusan bernama Al Harits bin Murrah untuk memberi penjelasan. Ironisnya, sang utusan justru dibunuh oleh kaum Khawarij.

Akhirnya setelah proses perundingan tidak mendapat hasil, terjadilah pertempuran antara pihak ‘Ali dengan kaum Khawarij di Nahrawan. Kemenangan berada di pihak ‘Ali.

Pada musim haji tahun berikutnya, kaum Khawarij berkumpul membahas keadaan mereka dan ummat muslimin secara umum. Pertemuan ini menghasilkan keputusan berupa rencana pembunuhan 3 (tiga) tokoh penting yakni ‘Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dan ‘Amr bin Ash karena menganggap mereka sebagai “biang kerok” kekacauan ummat Islam.

Dari ketiga tokoh tersebut, hanya ‘Ali yang berhasil dibunuh oleh Ibnu Muljam sewaktu ia akan menunaikan shalat subuh dini hari 21 Ramadlan 40 Hijriyah.[3]

B. POKOK-POKOK PENDIRIAN

Kaum Khawarij memiliki beberapa pokok pendirian (faham) yakni:

1. Bahwa ‘Ali, Utsman, dan orang-orang yang turut dalam Perang Jamal dan orang-orang yang setuju adanya perundingan antara ‘Ali dan Mu’awiyah, semua dihukumkan orang-orang “kafir”.

2. Bahwa setiap ummat Muhammad yang terus-menerus membuat dosa besar hingga matinya belum taubat, orang itu dihukumkan kafir dan kekal di neraka.

3. Bahwa boleh keluar dan tidak mematuhi aturan-aturan kepala negara (memberontak) bila ternyata kepala negara itu seorang yang dhalim atau khianat.[4]

4. Khilafah atau kepemimpinan negera tertinggi bukanlah hak orang-orang tertentu, tetapi harus diadakan pemilihan umum oleh ummat Islam.

5. Bahwa mengerjakan shalat, berpuaa, berhaji, dan ibadah-ibadah yang lain, serta menjauhi segala yang dilarang adalah bagian dari iman. Orang yang tidak melaksanakan ibadah itu dan tidak menjauhi larangan, tidak dinamakan mukmin, tapi disebut fasiq.[5]

C. TOKOH-TOKOH KHAWARIJ: ALIRAN DAN PENDAPATNYA

Pada mulanya Khawarij bersepakat dalam berfaham tersebut di atas. Namun, kemudian pecah menjadi beberapa aliran lagi yang dipimpin oleh beberapa orang tokoh, di antaranya:

1. Golongan Azariqah

Golongan Azariqah adalah para pengikut Nafi’ bin Al Azraq, tokoh Khawarij yang tinggal di Bashrah setelah kalah dalam usaha membantu Gubernur Madinah Abdullah bin Zubair memberontak kepada Yazid bin Mu’awiyah. Golongan ini adalah kelompok yang terkuat dan paling banyak jumlahnya.

Di bawah kepemimpinan Nafi’ mereka mengusir pegawa-pegawai Abdullah bin Zubair dari Bashrah dan memungut pajak dari penduduknya.

Fahamnya:

a. Semua orang yang tidak membantu atau menyalahi peraturan dan pendapat Azariqah dipandang sebagai orang musyrik yang wajib diperangi. Daerah orang-orang itu dihukumi sebagai Darus Syirki.

b. Pengikut Azariqah haram bermukim di tengah-tengah kelompok non-Azariqah, berhubungan baik dengan mereka, berbisanan, waris-mewarisi, mengikuti shalat, belajar agama, dan memakan sembelihan mereka. Pengikut Azariqah halal berkhianat, membunuh wanita dan anak-anak kelompok non-Azariqah itu.

c. Para pezina muhshan boleh tidak dirajam, hanya dicambuk saja. Bagi orang yang menuduh wanita muhshanah berzina, dikenakan hukum had, sebaliknya yang menuduh laki-laki muhshan berzina tidak dikenakan had.

Nafi sendiri terbunuh dalam pertempuran Daulah yang dilancarkan oleh penduduk Bashrah. Penggantinya berturut-turut: Ubaidullah bin Al-Mahuz (tewas terbunuh oleh Al Muhallaf bin Abi Shufrah di Ahwaz), Zubair bin ‘Ali (terbunuh juga), dan Qathari bin Al-Fuja’ah yang dihancurkan pada tahun 77 H oleh Al-Muhallaf.

2. Golongan Najdah

Golongan Najdah adalah pengikut-pengikut Najdah bin Amir sebagai pengganti Abu Thalut Al Bakri, pimpinan mereka setelah berpisah dari Ibnu Zubair. Golongan ini semula bernama Khawarij Yamamah. Najdah sendiri adalah sempalan dari Golongan Azariqah.

Menurut Asy-Syarashtani dan Al Ka’bi, faham-faham golongan Najdah antara lain:

a. Masyarakat tidak membutuhkan adanya Kepala Negara. Masing-masing individu harus bersifat jujur pada sesama, menghindari maksiat dan kesalahan. Akan tetapi, bilamana dirasa perlu untuk mewujudkan kerukunan dalam masyarakat, mengangkat Kepala Negara tidaklah mengapa.

b. Berdusta lebih jahat daripada berzina; tetap mengerjakan dosa kecil, merupakan syirik; sebaliknya, mengerjakan dosa besar tidak terus-menerus bukanlah syirik, dan darah ahlul ahdi wadz dzimmah di dalam Darut Taqiyyah, halal ditumpahkan.

Akhir kehidupan Najdah bin Amir seperti tokoh-tokoh lainnya. Ia dibunuh setelah dipecat dari golongannya sebab menyebarkan pendapat yang menyatakan bahwa agama itu terdiri dari dua bagian:

a. Beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan apa-apa yang datang dari Rasul secara garis besar dan haram menumpahkan darah pengikut-pengikutnya.

b. Hal-hal selain itu yang tidak perlu diketahui oleh semua orang hingga ada keterangan yang mengharuskan untuk mengetahuinya. Konsekuensi dari pendapatnya yang kedua ini menurut Najdah, orang yang salah dalam berijtihad dimaafkan. Sewaktu menyebarkan fahamnya, pernah Najdah melakukan penyerangan terhadap sebuah perkampungan dengan memakan harta rampasan mereka sebelum pembagian terlebih dahulu dengan dalih tidak tahu kalau yang sedemikian itu dilarang.

Pasca Najdah, golongan ini terpecah lagi menjadi 3 bagian:

1. Pengikut Athiyah bin Al Aswad dan pergi bersamanya ke Sijistan. Di antaranya: Abdul Karim bin Ajrad yang belakangan dijadikan nishbah nama golongan ini (Ajradiyyah).

Pendapatnya: menikahi cucu perempuan dari anak perempuan dan anak-anak perempuan dari anak-anak saudara laki-laki dan saudara-saudara perempuan hukumnya halal.

2. Pengikut Abu Fudaik, yang ditunjuk Najdah sebagai penggantinya. Kelompok ini dihancurkan Khalifah Abdul Malik bin Marwan di Bahrain.

3. Pengikut setia Najdah.

Persebaran Golongan Najdah terdapat di Yaman, Thaif, Amman, Baharain, Wadi Tammin, dan Amir.

3. Golongan Abadliyyah (Ibadliyah)

Golongan Abadliyah atau Ibadliyyah adalah pengikut Abdullah bin Ibadl yang memiliki pendapat:

a. Orang yang mengerjakan dosa besar tetap dipandang orang yang bertauhid, tapi tidak dinamakan mukmin juga tidak disebut musyrik. Mereka dinamakan orang-orang kafir nikmat.

b. Untuk urusan muamalah dengan kelompok di luar mereka, cenderung lebih moderat daripada kaum Azariqah.

c. Haram memakan makanan ahli kitab.

Abdullah bin Ibadl meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Di masa kini golongan Ibadliyyah (Abadliyyah) tersebar di Hadramaut (Yaman), Amman (Yordania), Zanzibar (Tanzania), dan Aljazair Selatan.

4. Golongan Shaffariyyah

Golongan Shaffariyyah adalah pengikut-pengikut Abdullah bin Shaffar yang kemudian dipimpin oleh Imran bin Khaththab.

Ciri-ciri umum: mereka berwajah pucat karena banyak beribadah malam dan menyalahi golongan yang lalu dalam beberapa perkara, di antaranya:

a. Orang berdosa besar yang tak ada hukuman had seperti: tidak mengerjakan shalat, puasa, dan sebagainya, dipandang kafir. Akan tetapi orang berdosa besar yang terdapat hukuman hadnya seperti: berzina dan sebagainya, cukup dikatakan pelaku kriminal saja.

b. Orang yang tidak bersama mereka tidak dikafirkan asal sependirian dalam bidang aqidah, memelihara diri dari bencana dengan jalan menyembunyikan aqidah, boleh dilakukan sebatas ucapan, pezina mukhsan harus dirajam, dan pembunuhan anak-anak kecil dilarang.

Selain golongan-golongan di atas, ada beberapa golongan lagi dari Khawarij yang telah dianggap menyimpang dari ajaran Islam, yaitu:

1. Golongan Maimuniyah

Faham: mengingkari adanya surat Yusuf dalam Al-Qur’an. Kalaupun ada dianggap bukan termasuk surat-surat dari Al-Qur’an.

2. Golongan Syabibiyah

Faham: wanita boleh menjadi kepala negara asalkan bekerja untuk kepentingan rakyat dan tidak bekerjasama dengan golongan lainnya.

3. Golongan Yazidiyah

Faham: syariat Islam yang dibawa Muhammad SAW akan dihapus oleh syariat yang dibawa nabi lain dari klan Quraisy.[6]


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Khawarij adalah adalah pengikut Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib yang tidak setuju dengan adanya gencatan senjata dan perundingan (tahkim atau arbitrase) antara pihak-pihak yang terlibat dalam Perang Shiffin yaitu Mu’awiyah dan ‘Ali. Mempunyai nama lain Syurah, Haruriyyah, dan Muhakkimah. Mereka mengangkat Abdullah bin Wahab Ar Rasibi sebagai pemimpin pertama.

Khawarij memiliki doktrin: mengutuk semua orang yang terlibat Perang Jamal dan Perang Shiffin, mengkafirkan orang muslim yang melakukan dosa besar, memberontak pada penguasa yang dhalim, dan dosa kecil yang terus-menerus sama dengan dosa besar.

Dalam perkembangnnya Khawarij terpecah lagi dalam beberapa kelompok besar: Azariqah, Najdah, Ibadliyyah, dan Shaffariyyah dengan tokoh-tokoh kunci antara lain: Nafi’ bin Al Azraq, Najdah bin Amir, Abdullah bin Ibadl, dan Abdullah bin Shaffar.

Pendapat kelompok ini cenderung keras, literalis, dan mudah mengkafirkan terutama orang yang tidak sependapat dengan mereka, kendati mereka memiliki keistimewaan berupa keberanian dalam menghadapi musuh, keras dalam beribadah, dan mempertahankan kebenaran.

B. SARAN

Perbedaan faham dalam ummat hendaknya disikapi dengan bijaksana, tidak mudah memberi vonis kafir. Kita hanya dapat mengkafirkan golongan-golongan yang terang-terangan telah kafir.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mu’in, K.H.M. Taib Thahir.1983. Ilmu Kalam. Jakarta: Penerbit Widjaya.

Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. 2001. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Semarang: P.T. Pustaka Rizki Putra.

Poedjawijatnya, I.R. 1966. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: P.T. Pembangunan Djakarta.



[1] K.H.M. Taib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam, (Penerbit Widjaya: 1983), hal. 98 dengan perubahan seperlunya.

[2] Op. Cit hal. 152

[3] Ibid. hal. 154-156

[4] (K.H.M. Taib Thahir Abdul Mu’in: 1983) hal. 98

[5] (Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy: 2001) hal. 165-166

[6] Ibid hal. 166-168.

PIAGAM MADINAH


"Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Surat Perjanjian ini dari Muhammad - Nabi; antara orang-orang beriman dan kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Yathrib serta yang mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka; bahwa mereka adalah satu umat di luar golongan orang lain.

"Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy adalah tetap menurut adat kebiasaan baik yang berlaku di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama orang-orang beriman.

"Bahwa Banu Auf adalah tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara sesama orang-orang beriman."

Kemudian disebutnya tiap-tiap suku4 Anshar itu serta keluarga tiap puak: Banu'l-Harith, Banu Saida, Banu Jusyam, Banu'n-Najjar, Banu 'Amr b. 'Auf dan Banu'n-Nabit. Selanjutnya disebutkan,

"Bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan seseorang yang menanggung beban hidup dan hutang yang berat di antara sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar diat.

"Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghadapi mukmin lainnya.

"Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa harus melawan orang yang melakukan kejahatan diantara mereka sendiri, atau orang yang suka melakukan perbuatan aniaya, kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan di antara orang-orang beriman sendiri, dan mereka semua harus sama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri.

"Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh membunuh sesama mukmin lantaran orang kafir untuk melawan orang beriman.

"Bahwa jaminan Allah itu satu: Dia melindungi yang lemah di antara mereka.

"Bahwa orang-orang yang beriman itu hendaknya saling tolong-menolong satu sama lain.

"Bahwa barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut kami, ia berhak mendapat pertolongan dan persamaan; tidak menganiaya atau melawan mereka.

"Bahwa persetujuan damai orang-orang beriman itu satu; tidak dibenarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian sendiri dengan meninggalkan mukmin lainnya dalam keadaan perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil adanya.

"Bahwa setiap orang yang berperang bersama kami, satu sama lain harus saling bergiliran.

"Bahwa orang-orang beriman itu harus saling membela terhadap sesamanya yang telah tewas di jalan Allah.

"Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa hendaknya berada dalam pimpinan yang baik dan lurus.

"Bahwa orang tidak dibolehkan melindungi harta-benda atau jiwa orang Quraisy dan tidak boleh merintangi orang beriman.

"Bahwa barangsiapa membunuh orang beriman yang tidak bersalah dengan cukup bukti maka ia harus mendapat balasan yang setimpal kecuali bila keluarga si terbunuh sukarela (menerima tebusan).

"Bahwa orang-orang yang beriman harus menentangnya semua dan tidak dibenarkan mereka hanya tinggal diam.

"Bahwa seseorang yang beriman yang telah mengakui isi piagam ini dan percaya kepada Allah dan kepada hari kemudian, tidak dibenarkan menolong pelaku kejahatan atau membelanya, dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau melindunginya, ia akan mendapat kutukan dan murka Allah pada hari kiamat, dan tak ada sesuatu tebusan yang dapat diterima.

"Bahwa bilamana di antara kamu timbul perselisihan tentang sesuatu masalah yang bagaimanapun, maka kembalikanlah itu kepada Allah dan kepada Muhammad - 'alaihishshalatu wassalam.

"Bahwa orang-orang Yahudi harus mengeluarkan belanja bersama-sama orang-orang beriman selama mereka masih dalam keadaan perang.

"Bahwa orang-orang Yahudi Banu Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman. Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islampun hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.

"Bahwa terhadap orang-orang Yahudi Banu'n-Najjar, Yahudi Banu'l-Harith, Yahudi Banu Sa'ida, Yahudi Banu-Jusyam, Yahudi Banu Aus, Yahudi Banu Tha'laba, Jafna dan Banu Syutaiba berlaku sama seperti terhadap mereka sendiri.

"Bahwa tiada seorang dari mereka itu boleh keluar kecuali dengan izin Muhammad s.a.w.

"Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi menuntut haknya karena dilukai; dan barangsiapa yang diserang ia dan keluarganya harus berjaga diri, kecuali jika ia menganiaya. Bahwa Allah juga yang menentukan ini.

"Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri dan kaum Musliminpun berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula. Antara mereka harus ada tolong-menolong dalam menghadapi orang yang hendak menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.

"Bahwa mereka sama-sama berkewajiban, saling nasehat-menasehati, dan saling berbuat kebaikan dan menjauhi segala perbuatan dosa.

"Bahwa seseorang tidak dibenarkan melakukan perbuatan salah terhadap sekutunya, dan bahwa yang harus ditolong ialah yang teraniaya.

"Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban mengeluarkan belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam keadaan perang.

"Bahwa kota Yathir adalah kota yang dihormati bagi orang yang mengakui perjanjian ini.

"Bahwa tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh diganggu dan diperlakukan dengan perbuatan jahat.

"Bahwa tempat yang dihormati itu tak boleh didiami orang tanpa ijin penduduknya.

"Bahwa bila diantara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya kepada Allah dan kepada Muhammad Rasulullah -s.a.w. – dan bahwa Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini

"Bahwa melindungi orang-orang Quraisy atau menolong mereka tidak dibenarkan.

"Bahwa antara mereka harus saling membantu melawan orang yang mau menyerang Yathrib ini. Tetapi apabila telah diajak berdamai maka sambutlah ajakan perdamaian itu.

"Bahwa apabila mereka diajak berdamai, maka orang-orang yang beriman wajib menyambutnya, kecuali kepada orang yang memerangi agama. Bagi setiap orang, dari pihaknya sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.

"Bahwa orang-orang Yahudi Aus, baik diri mereka sendiri atau pengikut-pengikut mereka mempunyai kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui naskah perjanjian ini dengan segalakewajiban sepenuhnya dari mereka yang menyetujui naskah perjanjian ini.

"Bahwa kebaikan itu bukanlah kejahatan dan bagi orang yang melakukannya hanya akan memikul sendiri akibatnya. Dan bahwa Allah bersama pihak yang benar dan patuh menjalankan isi perjanjian ini

"Bahwa orang tidak akan melanggar isi perjanjian ini, kalau ia bukan orang yang aniaya dan jahat.

"Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota Medinah ini, keselamatannya tetap terjamin, kecuali orang yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.

"Sesungguhnya Allah melindungi orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa."

Sumber: Hayatu Muhammad, karangan M. Husein Haikal