Minggu, 24 Agustus 2008

KEDUDUKAN HADITS DAN INKARUSSUNNAH


Ulumul Hadits sebagai sebuah disiplin ilmu yang membahas dan membedah segala hal yang berkenaan dengan hadits sangat penting untuk dipelajari oleh ummat muslimin agar mereka benar-benar mengetahui fungsi dan kedudukan hadits dalam syari’at Islam.

Berkenaan dengan kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, terdapat sebuah paham/golongan yang tak mengakui keabsahan hadits (sunnah) sebagai sumber hukum yaitu Inkarussunnah.

Bagaimana sebenarnya kedudukan hadits dan paham Inkarusunnah? Makalah sederhana ini akan mencoba membedahnya.

  1. Kedudukan Hadits


    1. Hadits sebagai Sumber Hukum Islam


Kedudukan sunnah (hadits) dalam Islam adalah sebagai sumber hukum dasar (tasyri’iyyah) kedua setelah Al-Qur’an yang selalu berintegrasi dengannya. Beragama tak sempurna tanpa sunnah (hadits), tak mungkin sempurna syari’ah tanpa sunnah. Hal ini dikarenakan oleh:

1. Fungsi sunnah (hadits) sebagai penjelas Al-Qur’an.

Bila nash Al-Qur’an adalah pokok asal, maka sunnah adalah penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya. Dengan demikian, segala urusan dalam sunnah berasal dari Al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri mengandung segala permasalahan secara paripurna, tidak ada suatu masalah duniawi ataupun ukhrawi yang tertinggal. Akan tetapi, karena penjelasan Al-Qur’an masih sangat global, maka perlu diterangkan secara rinci melalui sunnah (hadits).

2. Mayoritas sunnah relatif kebenarannya (dhanniy ats-tsubut).

Seluruh ummat Islam berkonsensus bahwa Al-Qur’an seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir1 sehingga memiliki sifat absolut kebenarannya (qath’i ats-tsubut). Di antara petunjuk yang diberikan Al-Qur’an ada yang bermakna secara tegas dan pasti (qath’i ad-dilalah) dan bermakna relatif (dhanni ad-dilalah).

Sedangkan sunnah (hadits) ada yang mutawatir yang bermakna qath’i ats- tsubut juga ada –bahkan mayoritas- yang ahad2 yang bermakna dhanny ats-tsubut. Karena hadits mayoritas bermakna dhanny ats-tsubut, tentu saja kedudukannya menjadi di bawah Al-Qur’an.


    1. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits


  1. Dalil Al-Qur’an


a). Konsekuensi iman kepada Allah kepada-Nya dan rasul-Nya yang berarti taat pada apa yang diwahyukan oleh Allah dan disampaikan oleh Rasulullah.

Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.” (Ali ‘Imran (3): 179).

b). Perintah beriman kepada Rasul dilekatkan dengan beriman kepada Allah.

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisa’(4): 136).

c). Kewajiban taat kepada Rasul karena menyambut perintah Allah.

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nisa (4): 64).

d). Perintah taat kepada Rasul bersama perintah taat kepada Allah.

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( Ali-‘Imran (3): 32).

e). Perintah taat kepada Rasul secara khusus.

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (Q.S. Al-Hasyr (59):7).


  1. Dalil Hadits


Nabi SAW bersabda, yang artinya, ”Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Al-Hakim dan Malik).


  1. Ijma’Para Ulama


Para ulama sepakat bahwa sunnah (hadits) sebagai hujjah, semua ummat muslim menerima dan mengikutinya kecuali minoritas orang. Kehujjahan sunnah itu kadang kala berfungsi sebagai mubayyin (penjelas) terhadap Al-Qur’an atau berdiri sendiri sebagai hujjah untuk menambah hukum-hukum yang belum diterangkan oleh Al-Qur’an. Kehujjahan sunnah sendiri berdasar dalil-dali qath’i (pasti), maka bagi yang menolaknya dihukum murtad. Adapun sunnah (hadits) yang diterima sebagai hujjah adalah yang memenuhi persyaratan shahih, baik mutawatir atau ahad.


  1. Inkarussunnah


  1. Pengertian

Secara bahasa, Inkar Sunnah terdiri dari dua kata, yaitu ”inkar” dan ”sunnah”. Kata ”inkar” berasal dari bahasa Arab: ankara-yunkiru-inkaaran yang bermakna secara estimologis sebagai: ”menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin atau lisan dan hati yang dilatar belakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau faktor lain semisal gengsi dan lain-lain.” Sedangkan ”sunnah” memiliki pengertian, ”segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir.”3

Menurut istilahnya, Inkar sunnah adalah ”sebuah paham atau gerakan yang ada di kalangan umat Islam yang menolak sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum Islam tanpa ada alasan yang dapat diterima.”4 mereka hanya berpegang kepada al-Quran saja, ada juga menyebut inkar sunnah dengan munkir sunnah.

  1. Sejarah

Edi Safri mengatakan bahwa tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali munculnya kelompok inkar sunnah, menurut beliau setidaknya informasi Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm menjadi informasi yang memberikan gambaran bahwa di penghujung abad kedua atau awal abad ketiga Hijriyah, ada masyarakat yang menganut inkar sunah dan telah menampakkan diri sebagai kelompok tersendiri dengan berbagai alasan untuk mendukung keyakinan mereka, mereka menolak hadis sunah sebagai sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.5

Menurut Azmi paham inkar sunah sudah ditemukan pada masa sahabat di daerah Iraq. Hal ini didukung oleh fakta bahwa ada para sahabat yang kurang menaruh perhatian terhadap sunnah sebagai sumber ajaranm Islam, al-Hasan menuturkan, ketika Imran bin Hushain mengajarkan hadis, ada seseorang yang minta agar tidak usah mengajarkan hadis, tetapi cukup al-Quran saja. Jawab Imran bin Hushain, ”Kamu dan sahabat-sahabatmu dapat membaca Al-Quran, maukah kamu mengajarkan shalat dan syarat-syaratnya kepadaku? Atau zakat dan syarat-syaratnya. Kamu sering absen, padahal Rasulullah telah mewajibkan zakat begini-begini.” Orang tadi menjawab, ”Terima kasih engkau telah menghidupkan kesadaran saya.” Dan ia kemudian hari menjadi seorang faqih.6

Menurut Edi Syafri yang mengutip pendapat A’zhamy mengatakan bahwa setelah kelompok inkar sunnah pada abad kedua Hijriyah, tidak ditemukan lagi inkar sunnah bahkan hampir sebelas abad kemudian, tetapi inkar sunnah kembali muncul pada abad keempatbelas Hijriyah atau peralihan abad kesembilan belas ke abad dua puluh Masehi.7

Al Mawdudi yang dikutip oleh Khadim Husein Ilahi Najasy, guru besar Fakultas Tarbiyah Jami’ah Ummi Qura Thaif mengatakan bahwa inkar sunnah lahir kembali di India setelah “mati suri” selama 11 abad dengan tokoh-tokohnya antara lain Sayyid Ahmad Khan (w. 1897 M), Ciragh Ali (w. 1898 M), Maulevi Abdullah Jakralevi (w. 1918 M) dsb. Penggagas Inkarussunnah di India ini adalah Sayyid Ahmad Khan. Sedang tokoh-tokoh lainnya sebagai pelanjut yang kemudian terpecah-pecah dalam berbagai sempalan seperti Ahl Ad-Dzikr wa Al-Qur’an oleh Abdullah, Ummat Muslimah oleh Ahmad Ad-Din, Thulu’ Al-Islam oleh Parwez dan Gerakan Ta’mir Insaniyat oleh Abdul Khaliq Malwadah.

Di Mesir terdapat tokoh Dr. Taufiq Shidqi (w. 1920 M) dengan beberapa artikel di Majalah Al-Mannar di antaranya: Al-Islam huwal-Qur’an Wahdah (Islam Hanyalah Qur’an saja), Ahmad Amin dengan bukunya berjudul Fajr Al-Islam, Mahmud Abu Rayyah dengan buku Adhwa’ ‘ala As-Sunnah Al-Muhammadiyyah, dll. Sedang di Malaysia ada tokoh Kasim Ahmad dengan tulisannya Hadits Satu Penilaian Semula dan di Indonesia terdapat Abdul Rahman, Sutarto, Nazwar Syamsu, Dalimi Lubis, dan H. Sanwani. Di antara karya-karya mereka telah dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Sebab utama munculnya Inkarussunnah modern adalah kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di Dunia Islam terutama India setelah terjadi pemberontakan terhadap Inggris pada 1857 M. Munculnya kelompok inkar sunnah sendiri telah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW. Berita dari Yazid bin Harun berkata: berita dari Hariz dari Abdul al-Rahman bin Abi Auf al-Jurasyi dari al-Miqdam bin Madi berkata: Rasulullah bersabda: ”Ingatlah al-Quran dan hal yang seperti al-Quran yaitu hadis telah diturunkan kepadaku. Waspadalah! kelak akan muncul orang yang perutnya kenyang, ia malas-malas di atas kursinya. Ia mengatakan pakai al-Quran saja, apabila disitu ada keterangan yang menghalalkan, maka halalkan dan jika mengharamkan, maka haramkanlah.”8

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar inkar sunnah klasik lahir akibat konflik internal ummat Islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte-sekte Islam sedang inkar sunnah modern dipicu oleh kolonialisme-imperialisme terhadap Dunia Islam yang juga bertujuan mendangkalkan aqidah ummat Islam.

  1. Pokok Ajaran

Para penganut inkar sunnah sendiri sebenarnya terdiri dari tiga kelompok yaitu: pertama, mereka menolak hadis-hadis Rasulullah secara keseluruhan. Kedua, mereka menolak hadis Rasulullah kecuali hadis-hadis yang mengandung nashnya di dalam al-Quran. Ketiga, mereka menolak hadis ahad dan hanya menerima hadis mutawatir.9

Kesemuanya itu menurut Edi Syafri secara umum dapat disimpulkan bahwa pokok ajaran Inkarussunnah adalah menolak kehujjahan hadis Rasulullah sebagai sumber ajaran yang wajib dipatuhi dan diamalkan, lebih lanjut Edi Syafri mengatakan Inkarussunnah hanya meyakini al-Quran saja sebagai sumber ajaran agama, paham seperti ini menurutnya akan meruntuhkan ajaran-ajaran pokok agama, seperti shalat dan zakat, aturan-aturan shalat, syarat-syarat shalat, aturan zakat, nisab zakat. Perintah salat dan zakat dalam al-Quran masih bersifat umum, sedangkan tata cara mengerjakan salat dan tata cara berzakat tidak dijelaskan, dalam hal ini akan menyulitkan umat. 10 Selain itu, mereka beralasan bahwa hadits adalah karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.

Sedangkan inkar sunnah yang tidak menerima hadis Rasulullah kecuali hadis yang yang membawa ajaran yang ada nashnya dalam al-Quran berargumen bahwa yang dijadikan pegangan dan rujukan utama untuk hujjah dan sumber ajaran agama adalah nash atau ayat-ayat al Quran bukan hadis, meskipun ada hadis yang membahas atau mengatur tentang suatu masalah mereka tidak menggunakan atau menerima hadis tersebut kalau tidak didukung oleh nash al-Quran.11


Kaum Inkarussunnah memiliki ajaran-ajaran pokok sebagai berikut:

  1. Syahadat mereka: ”Isyhadu bi anna muslimun”

  2. Shalat mereka bermacam-macam, ada yang shalat 2 rakaat-2 rakaat dan ada yang hanya ketika ingat saja.

  3. Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja yang melihat bulan, maka ia seoranglah yang wajib berpuasa. Alasan ini merujuk ayat tentang puasa Ramadlan dalam Surah Al-Baqarah.

  4. Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram yaitu: Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah.

  5. Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta jas/dasi.

  6. Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tak ada perintah dari Allah SWT.

  7. Rasul tetap diutus sampai Hari Kiamat.

  8. Nabi Muhammad tidak berhak menjelaskan kandungan isi Al-Qur’an.12


  1. Alasan

Adapun argumen mereka adalah:

  1. Bahwa al-Quran diturunkan Allah SWT dalam bahasa Arab, dan merupakan penjelas segala sesuatu, sehingga telah mencangkup segala sesuatu yang dibutuhkan oleh umat-Nya maka dengan bahasa Arab yang baik, akan dapat pula memahami al-Quran dengan baik, tanpa perlu penjelasan hadis-hadis Rasulullah.

  2. Hadis-hadis Rasululah sampai kepada kita melalui riwayat. Proses periwayatannya tidak terjamin dari kekeliruan, kesalahan dan kedustaan terhadap Rasulullah, oleh sebab itu nilai kebenarannya tidak meyakinkan (zhanny). selain Tidak dapat dijadikan penjelas (mubayyin) untuk al-Quran yang telah diyakini kebenarannya (qath’iy). Untuk dalil hanya yang qath’iy, sedangkan hadis bernilai zhanny maka tidak dapat dijadikan hujjah dan tidak juga untuk penjelas ayat-ayat al-Quran.13 Selain itu, pada zaman Nabi penulisan sunnah dilarang, seandainya itu merupakan dasar hukum, mengapatah dilarang.

Argumen-argumen di atas mendapat beberapa sanggahan:

    1. Salah satu tugas Nabi adalah menerangkan Al-Qur’an pada manusia.

keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (An-Nahl: 44).

    1. Memang hadits sampai kepada kita melalui periwayatan, untuk menjaga kebenarannya, para ahli hadits menetapkan syarat-syarat tertentu dalam menerima sebuah hadits, sehingga tak sembarangan menerima hadits.

    2. Penulisan sunnah (hadits) dilarang oleh Nabi, karena:

      1. dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an

      2. ummat Islam pada awalnya bersifat ummi sehingga teknologi penulisan Al-Qur’an masih bersifat primitif meskipun demikian, orang-orang Arab sangat kuat hafalannya sehingga Nabi mencukupkan untuk menghafal saja, tanpa perlu menulis.


(Makalah ini disusun oleh Luqman Amirudin Syarif dan Iskandar Rohman, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Alamat: luasy-01@plasa.com atau rumahlain-LuqmanAmirudin.blogspot.com)

DAFTAR PUSTAKA


Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang. 1974.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis

Riwayat. Inkar Sunnah. Blog: Oasisilmu.blogspot.com


1 Para periwayat secara kolektif dalam segala tingkatan

2 Periwayatan secara individual

3 Prof. DR. T.M. Hasby Ash-Shidiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1974) hlm. 25

4 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis. …….hlm. 58 dan Islam Intelektual, Inkar-Sunnah….hlm 1

5 Edi Syafri, Al-Imam Syafi’I : Metode Penyelesaian Hadis-Hadis Mukhtalif (Padang: IAIN Imam Bonjol Press, 1999), h. 34

6 Muhammad Musththafa Azami, Dirasat fi al Hadis al Nabawi wa Tarikh Tadwinihi (Beirut : al Maktabah al Islamiy, 1980), h. 21

7 Ibid. h. 41

8 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, kitab Musnad al Syamiyin, nomor Hadis 16546

9 Edi Syafri, Op.cit, h. 34

10 Ibid. h. 35-36

11 Ibid. h. 45

12 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits……,hlm. 36

13 Ibid. h. 35