Minggu, 24 Agustus 2008

MASYARAKAT MADANI DAN CITA PEMERINTAHAN HARAPAN

Terwujudnya Masyarakat Madani atau dalam istilah lain Civil Society merupakan cita-cita setiap bangsa. Hal ini tidaklah mengherankan sebab dalam suatu masyarakat yang bersifat madani, hak dan kewajiban antar warga negara maupun terhadap negara atau sebaliknya terjamin.

Keterjaminan tersebut dapat menimbulkan suasana aman, tenteram, tertib, dan sejahtera dalam suatu negara. Banyak usaha telah diretas untuk mewujudkan cita-cita tersebut khususnya di negara tercinta, Republik Indonesia. Di antara usaha tersebut ialah diselenggarakannya Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) yang berfokus pada keterwujudan masyarakat yang berperadaban mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

Tetapi pada kenyataannya, teori-teori ideal yang terkandung dalam diktat-diktat Pendidikan Kewarganegaraan sulit kita temukan implementasinya, khususnya dalam bidang pemerintahan. Sehingga tak jarang konsep-konsep dari Pendidikan Kewarganegaraan tersebut hanya menjadi sebuah harapan belaka.


1. Pengertian Masyarakat Madani


Istilah “masyarakat madani” (al-mujtama’ al madaniy) terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan madani. Masyarakat memiliki pengertian: “orang banyak, atau sekelompok orang yang hidup bersama-sama dalam suatu lingkungan tertentu.”1 Sedangkan madani berasal dari bahasa Arab yang berarti kota atau berperadaban. Sehingga menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas pengertian masyarakat madani adalah masyarakat atau sekelompok orang yang berperadaban. Masyarakat madani menurut konsep Islam merujuk pada masyarakat yang berkembang pada zaman Nabi Muhammad di Madinah Al-Munawwarah yang memiliki peradaban (tamaddun). Pengertian ini sejalan dengan rumusan sejenis dari Barat yakni civil society, yang bermakna masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban.2

“Pendidikan Kewarganegaraan” dapat didefinisikan sebagai: “suatu materi pendidikan yang bertujuan memberikan pengetahuan, sikap mental, nilai-nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi.”

“Pemerintahan harapan” bisa diartikan pemerintahan yang diidam-idamkan oleh rakyatnya, yang mana para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan melawan hukum disertai keinginan kuat untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.


2. Latar Belakang Konsep Masyarakat Madani di Indonesia


Istilah “masyarakat madani” dalam beberapa tahun belakangan menjadi isu penting dalam pergerakan Islam Indonesia dan telah menjadi wacana akademik yang menarik di kampus-kampus. Menurut beberapa sumber, istilah ini diperkenalkan oleh Dr. Anwar Ibrahim, mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia untuk pertama kalinya pada forum Festival Istiqlal Tahun 1995 di Jakarta. Konsep ini merujuk pada masyarakat Madinah pada saat mendapat bimbingan Rasulullah Muhammad SAW. Masyarakat Madinah saat itu memiliki peradaban yang lebih unggul dibanding kota lain di Jazirah Arab karena mendapat pencerahan dari Islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep masyarakat madani ini adalah ijtihad akademisi Islam untuk menghadapi teori sejenis dari Barat yaitu civil society.

Sebagaimana kita ketahui bersama, saat konsep masyarakat madani dicetuskan, Indonesia tengah berada pada puncak kekuasaan Orde Baru yang menandai perayaan 50 tahun kemerdekaan. Konsep ini mulai mendapat perhatian untuk dikaji dan dilaksanakan terutama setelah kurang lebih pada pertengahan tahun 1996 meletus kerusuhan besar 27 Juli di Jakarta yang kemudian memicu menggejalanya amuk massa di pelbagai tempat seperti Situbondo, Tasikmalaya, Rengasdengklok, Sanggauledo, Pekalongan dan lain-lain. Puncaknya terjadi sekitar Pemilu 1997 dengan peristiwa “Jum’at Kelabu di Banjarmasin”.

Gejala amuk massa tersebut makin berkembang pada satu setengah bulan pertama 1998.3 Ketika krisis ekonomi makin berlarut, dimensi amuk massa itu tidak hanya dimensi sosial politik –secara spesifik, “pemberontakan” pendukung Mega dan kaum muda revolusioner semacam PRD atau PUDI- belaka tetapi juga menyentuh dimensi ekonomi. Hal itu terbukti dengan berkobarnya kerusuhan-kerusuhan di Pantura Jawa dan kerusuhan Mei 1998.

Peristiwa-peristiwa tersebut membuat bergulirnya reformasi yang diawali dengan mundurya H.M. Soeharto dari jabatan Presiden, 21 Mei 1998. Setelah reformasi inilah perhatian terhadap konsep masyarakat madani memperoleh perhatian lebih.

Sebagai contoh, sebagai bentuk perhatiannya, Muhammadiyah -salah satu organisasi kemasyarakatan Islam Indonesia yang memiliki ribuan amal usaha pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi- dalam Muktamar ke-44 di Jakarta, 2000 menghasilkan suatu rumusan bertajuk Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah yang berisi rangkuman dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits mengenai pandangan Islam tentang berbagai bidang kehidupan dengan harapan cita-cita masyarakat madani itu dapat terwujud setidak-tidaknya dimulai dari tubuh Persyarikatan.


3 Konsep Masyarakat Madani dalam Islam


Salah satu instrumen penting lagi mendasar bagi konsep masyarakat madani (civil society) ialah Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai agama besar yang menjadi agama mayoritas di Indonesia, Islam memiliki konsep Pendidikan Kewarganegaraan yang khas. Sebagai proto typenya, ummat Islam menyandarkan Pendidikan Kewarganegaraan khasnya dalam bingkai kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada konsep Muhammad Rasulullah SAW dalam kedudukan beliau sebagai utusan Allah dan Kepala Negara Madinah.


Konsep Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Cara Muhammad SAW


Muhammad SAW mengawali perannya sebagai kepala negara ketika beliau berhijrah atau berpindah ke Yatsrib -selanjutnya disebut Madinah- dengan mempersaudarakan atau mempersatukan kaum Muhajirin (pendatang dari Makkah) dengan kaum Anshar (pribumi Madinah) tanpa memandang status sosial mereka. Persaudaraan atau persatuan ini sangat melekat sehingga banyak kaum Anshar yang rela membagi kekayaannya bahkan isteri-isterinya (bagi yang berpoligami) dengan saudara mereka dari kalangan Muhajirin.

Setelah mempersatukan intern ummatnya, Muhammad SAW mengadakan perundingan dengan komunitas eksternal Islam di Madinah, yaitu kaum Yahudi. Perundingan itu menghasilkan sebuah konsensus nasional Negara Madinah, yang disebut Piagam Madinah.

Pasal-pasal dalam Piagam Madinah berisi deklarasi pengakuan hak-hak asasi manusia, persamaan kedudukan, dan hak serta kewajiban seluruh warga Madinah baik muslim maupun non-Muslim di bawah kepemimpinan Muhammad SAW sebagai Kepala Negara.

Tampaknya, terobosan Rasulullah Muhammad SAW ini merupakan terobosan pertama dalam sejarah modern manusia, jauh mendahului Magna Charta yang diagung-agungkan Barat atau Universal Declaration of Human Right PBB.

Secara tersirat, Piagam Madinah mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya hak dan kewajiban sebagai warga negara diatur sedemikian rupa sehingga terciptalah suatu masyarakat yang memiliki nilai keberadaban tinggi. Di dalamnya tergambar jelas bahwa masyarakat yang berkeadaban ialah masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran Ilahiah, keadilan, persamaan derajat, jiwa perdamaian, dan persatuan serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia sampai hal-hal terkecil seperti hubungan antar tetangga.

Cerminan dari nilai-nilai kebenaran ilahiah tercantum dalam salah satu pasal Piagam Madinah yang berbunyi: "Bahwa bilamana diantara kamu timbul perselisihan tentang sesuatu masalah yang bagaimanapun, maka kembalikanlah itu kepada Allah dan kepada Muhammad - 'alaihishshalatu wassalam”.4

Sedang cerminan dari semangat persamaan derajat dan pengakuan HAM banyak sekali, di antaranya ialah: "Bahwa orang-orang Yahudi Banu Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman. Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islampun hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.”5

Asas demokrasi juga dipakai oleh Muhammad SAW melalui syura (permusyawaratan) dengan para sahabat (rakyat)nya. Jadi, meskipun beliau adalah seorang utusan Allah yang dijamin ma’shum (bebas dosa), beliau tetap memperhatikan pendapat-pendapat orang lain dalam memutuskan suatu permasalahan terutama dalam bidang kemasyarakatan dan kenegaraan.

Berdasarkan cara-cara Rasulullah tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa masyarakat madani menurut konsep Islam adalah suatu masyarakat yang menjunjung tinggi agama dan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Allah ‘Azza wa Jalla, menghormati hukum dan hak-hak asasi manusia, menghilangkan diskriminasi, dan menerapkan nilai-nilai demokrasi dengan mengedepankan permusyawaratan (syura).

.

4 Pemerintahan Harapan


Selain cita masyarakat madani, cita-cita lain yang saat ini ingin diwujudkan oleh bangsa Indonesia ialah tegaknya suatu pemerintahan harapan. Keinginan ini sangat wajar mengingat selama 60 tahun lebih kemerdekaan, Indonesia banyak mengalami pahit getirnya rezim-rezim yang jauh dari harapan rakyat. Bila kita kilas balik ke belakang, Bung Karno Sang Proklamator sekaligus penguasa Orde Lama dengan sifat revolusioner dan kecenderungannya pada komunis-sosialis justru membuat perekonomian Indonesia pada perempat abad pertama kemerdekaan berantakan. Belum lagi derita rakyat diperparah dengan timbulnya pemberontakan-pemberontakan separatis di berbagai daerah dan kampanye ganyang Malaysia yang membuat Indonesia terkucil dari pergaulan dunia internasional. Begitu pula pada zaman Orde Baru yang berkuasa setelah Orde Lama tumbang. Meski secara lahirnya tampak tercipta kesejahteraan ekonomi, ternyata hal tersebut hanyalah menjadi semacam “bom waktu” bagi meledaknya krisis ekonomi di pertengahan 1997. Langkah-langkah politik yang serba otoriter dan mematikan demokrasi juga turut memberikan andil bagi runtuhnya rezim yang telah bercokol 32 tahun ini.

Kenyataan sejarah tersebut membuat cita untuk memiliki sebuah pemerintahan harapan sulit terwujud.

Untuk merealisasikan sebuah pemerintahan yang memenuhi harapan rakyat nilai-nilai masyarakat madani hendaknya tidak hanya dikembangkan dalam satuan masyarakat (individu, keluarga, dan lingkungan) tetapi juga harus dikembangkan pada level negara (civil state). Salah satu bentuk nyata dari cita pemerintahan harapan adalah penciptaan pemerintahan yang bersih dan demokratis.

Pemerintahan bersih dapat dijelaskan sebagai keadaan pemerintahan yang mana para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi yaitu perbuatan pejabat pemerintah yang menggunakan uang pemerintah dengan cara-cara illegal, kolusi yaitu bentuk kerjasama antara pejabat pemerintahan dengan oknum lain secara tidak sah untuk mendapat keuntungan material bagi mereka, dan nepotisme yaitu pemanfaatan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan, atau penghasilan, bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat yang menyebabkan tertutupnya kesempatan bagi orang lain.6

Untuk menegakkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa lagi demokratis diperlukan berbagai kondisi dan mekanisme hubungan yang berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik disertai pengembangan budaya demokrasi.7 Kondisi dan mekanisme hubungan yang dimaksud yakni sistem demokratis dalam pemerintahan, sistem pemilihan untuk melakukan pergantian pemerintahan secara reguler yang baik guna menghindari penggunaan kekerasan berdarah, sistem kepartaian yang menghormati asas-asas demokrasi, organisasi-organisasi non-pemerintah (ornop/NGO) yang tidak menjadikan perebutan jabatan publik sebagai tujuan utama sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan, media massa yang memainkan perannya dengan obyektif, perilaku anti-KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), adanya kepastian hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah yang dapat mengayomi daerah-daerah. Kesemuanya itu harus menjadi komitmen bagi Pemerintah jika ingin menjadi pemerintahan harapan rakyat.

Dalam kaitannya dengan pemerintahan harapan yang demokratis, penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan cara paling strategis untuk “mengalami demokrasi”. Penyebaran konsep, sistem, nilai, dan budaya demokrasi secara spesifik dan nilai-nilai kewarganegaraan secara umum melalui pendidikan kian penting ketika bangsa ini mengalami krisis multi-dimensional berkepanjangan di tengah transisi sosial-politik menuju demokrasi.8 Melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan generasi mendatang yang tumbuh dan berkembang melalui rahim pendidikan dapat mengetahui hak dan kewajiban warga negara khususnya dalam hubungannya dengan negara dengan jelas. Sehingga dengan pengetahuan tentang hak dan kewajibannya itu, mereka dapat mendorong terselenggaranya pemerintahan harapan. Hal tersebut tentunya wajib diiringi dengan upaya yang baik dan peran signifikan dari seluruh warga negara.


Kesimpulan


Masyarakat madani dapat dikatakan terwujud bilamana dalam masyarakat tersebut terdapat sikap menjunjung tinggi agama dan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Allah ‘Azza wa Jalla, menghormati hukum dan hak-hak asasi manusia, menghilangkan diskriminasi, dan menerapkan nilai-nilai demokrasi.

Salah satu aplikasi dari pemerintahan harapan ialah pemerintahan yang bersih dan demokratis yaitu pemerintahan yang mana para pelaku yang terlibat di dalamnya menjaga diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk menegakkannya diperlukan berbagai kondisi dan mekanisme hubungan yang berpotensi menopang pertumbuhan moralitas politik disertai pengembangan budaya demokrasi antara lain sistem demokratis dalam pemerintahan, sistem pemilihan untuk melakukan pergantian pemerintahan secara reguler yang baik guna menghindari penggunaan kekerasan berdarah, sistem kepartaian yang menghormati asas-asas demokrasi, organisasi-organisasi non-pemerintah (ornop/NGO) yang tidak menjadikan perebutan jabatan publik sebagai tujuan utama sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan, media massa yang memainkan perannya dengan obyektif, perilaku anti-KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), adanya kepastian hukum, dan pelaksanaan otonomi daerah.

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan generasi mendatang yang tumbuh dan berkembang melalui rahim pendidikan dapat memahami konsep masyarakat madani, mengetahui hak dan kewajiban warga negara khususnya dalam hubungannya dengan negara dengan jelas. Sehingga pengetahuan tentang hak dan kewajibannya itu dapat mendorong terselenggaranya pemerintahan harapan di masa mendatang.


Saran


Supaya cita-cita masyarakat madani dan pemerintahan harapan dapat terwujud, hendaknya warga negara mampu berperan aktif dan signifikan mendorong terealisasinya nilai-nilai kewarganegaraan dalam kehidupan. Di samping itu, diperlukan komitmen penuh dari Pemerintah untuk melaksanakan cita-cita reformasi yang menghendaki bangsa ini menjadi lebih baik, lebih beradab, dan lebih demokratis.



(Makalah disusun oleh Luqman Amirudin Syarif, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Alamat: luasy-01@plasa.com atau rumahlain-LuqmanAmirudin.blogspot.com)


DAFTAR PUSTAKA

Asykuri, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian-Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Fatah, Eep Saefullah. 1998. Catatan atas Gagalnya Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Haekal, Muhammad Husein. 1980. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Pustaka Jaya.

Marsaban, Ali. dkk. 1983. Kamus Bahasa Indonesia untuk Remaja Jilid 3. Bandung: Penerbit Angkasa.


1 Marsaban, Ali. dkk. 1983. Kamus Bahasa Indonesia untuk Remaja Jilid 3. Bandung: Penerbit Angkasa hlm. 55.

2 Asykuri, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian-Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah hlm. 23.

3 Fatah, Eep Saefullah. 1998. Catatan atas Gagalnya Politik Orde Baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hlm xxvi.

4 Haekal, Muhammad Husein. 1980. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Pustaka Jaya Bag. Kesepuluh

5 Ibid.

6 Asykuri, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadaban. Yogyakarta: Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian-Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah hlm. 54.

7 Ibid. hlm. 55

8 Ibid. hlm. 22