Minggu, 24 Agustus 2008

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI EKONOMI

Indonesia sebagai salah satu negara besar di dunia baik dilihat dari jumlah penduduk maupun luas wilayah dan kekayaan sumber daya alamnya telah mengalami tiga kali krisis ekonomi –tahun 1966, 1985, dan 1997-. Krisis ekonomi yang berulang-ulang tersebut tak ayal dapat membahayakan posisi Indonesia dalam percaturan perekonomian dunia.
Selain itu, krisis-krisis ekonomi yang terjadi seringkali justru menjadi momentum dilakukannya penghancuran terhadap rezim otoriter yang berkuasa.1 Krisis-krisis itu menerpa Indonesia karena ketidaktahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi tekanan “konspirasi ekonomi” internasional yang dilakukan oleh negara-negara maju yang notabene dahulu adalah kaum imperialis.
Padahal dengan Pancasila sebagai dasar negara, Indonesia seharusnya percaya diri dalam mengembangkan sistem perekonomiannya sendiri bebas dari campur tangan atau intervensi asing.
Berangkat dari kenyataan tersebut, makalah ini mencoba membahas Pancasila dalam kaitannya sebagai paradigma reformasi pembangunan di bidang ekonomi.

A.PENGERTIAN PANCASILA

Pancasila adalah dasar, jiwa, pandangan hidup, perjanjian luhur, dan modal pembangunan nasional bangsa Indonesia. Kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan ideologi memiliki ruang lingkup kajian ilmiah yang kompleks bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam terminologi yang harus dideskripsikan secara obyektif.
Untuk dapat memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahan maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut:2

Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pengertian Pancasila secara Historis
Pengertian Pancasila secara Terminologis

1.Pengertian Pancasila secara Etimologis

Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta, bahasa kasta Brahmana di India. Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa tersebut, “Pancasila” memiliki dua macam arti leksikal yaitu:
“Panca” artinya “lima”
“Syila” vokal i pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“Syiila” vokal i panjang berarti “peraturan tingkah laku yang baik, penting atau yang senonoh”
Dalam bahasa Jawa kata-kata tersebut diartikan “susila” yang berhubungan dengan moralitas. Sehingga, kata “Pancasila” yang dimaksud adalah yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau “dasar yang memiliki lima unsur”
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam sastra Budha India yang bersumber pada Tri Pitaka. Ajaran Pancasila atau yang dalam sumber aslinya Pancasyiila menurut agama Budha merupakan lima aturan atau five moral principes yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh kaum awam. Pancasila mulai masuk ke dalam literatur kesusasteraan Indonesia bersamaan dengan masa penyebaran Hindu-Budha. Saat Majapahit berjaya, pujangga istana Empu Prapanca menulis syair dalam Negarakertagama sarga 53 bait 2 yang berbunyi: “Yatnaggegwani pancasyiila kertasangskarbisekaka krama” berarti Raja menjalankan dengan penuh kesetiaan kelima pantangan, begitu pula upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan. Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam masuk ke penjuru Nusantara, Pancasila masih membekas dalam masyarakat Jawa berupa mo limo: mo mateni (membunuh), mo maling (mencuri), mo madon (berzina), mo mendem (mabuk), dan mo main (berjudi).

2.Pengertian Pancasila secara Historis
Dalam sidang BPUPKI yang dipimpin dr. Radjiman Widyodiningrat yang membahas dasar negara, tampillah 3 tokoh nasional yang mengajukan pendapat masing-masing yaitu:

a.Mr. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)
Menurut pendapat beliau yang diajukan pada Sidang BPUPKI yang pertama, dasar negara Indonesia hendaknya terdiri atas lima hal yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

b.Prof. Dr. Mr. Soepomo (31 Mei 1945)
Sebagaimana pendahulunya, Mr. Soepomo mengajukan dasar negara Indonesia merdeka juga dengan lima hal. Tetapi, berbeda dengan Muh. Yamin, Mr. Soepomo mengajukan usul berupa pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Supaya didirikan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter, yaitu negara tidak akan mempersatukan diri dengan kelompok terbesar, tetapi akan mengatasi semua golongan baik besar ataupun kecil. Di dalamnya, urusan agama diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan.
2. Anjuran agar para warga negara takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat Tuhan.
3. Dibentuknya sistem badan permusyawaratan untuk menjamin pimpinan negara, terutama kepala negara terus-menerus bersatu jiwa dengan rakyat dalam susunan pemerintahan negara Indonesia.
4. Sistem ekonomi kekeluargaan, sistem tolong-menolong, dan sistem koperasi dipakai sebagai salah satu dasar ekonomi negara.
5. Di bidang luar negeri, Indonesia hendaknya bersifat negara Asia Timur Raya, anggota dari kekeluargaan negara Asia Timur Raya.

c.Ir. Soekarno ( 1 Juni 1945)
Saat Sidang Kedua BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno memberikan pidatonya tentang dasar negara Indonesia merdeka yang ia beri nama “Pancasila”, yang berisi:
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Inonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Pada sidang inilah, istilah Pancasila dalam sejarah Indonesia modern muncul yang oleh Bung Karno sendiri dikatakan berasal dari salah satu temannya yang ahli bahasa tanpa menyebutkan namanya. Karena itulah, 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila.
Dalam sejarahnya, setelah Bung Karno mejadi Presiden konsep Pancasila tersebut diperas menjadi “Tri Sila” yang rumusannya adalah:
1.Sosio- Nasional yaitu: “Nasionalisme dan Internasionalisme”
2.Sosio-Demokrasi yaitu: “Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat”
3.Ketuhanan yang Maha Esa
Bahkan Tri Sila ini pernah diperas menjadi “Eka Sila” dengan satu unsur yaitu “Gotong-royong”.



3.Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 memberikan dampak luar biasa di bidang ketatanegaraan. Maka, pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengadakan sidang untuk mengesahkan Undang-Undang Dasar. UUD tersebut terdiri atas Pembukaan, 37 Pasal, 1 Aturan Peralihan terdiri dari 4 Pasal, dan 1 Aturan Tambahan terdiri dari 2 ayat.
Pada bagian Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alinea inilah, rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sah secara konstitusional tercantum dengan rumusan:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sepanjang sejarah Republik, dalam upaya mempertahankan kedaulatan sebagai sebuah bangsa yang merdeka, terdapat rumusan-rumusan lain dari Pancasila, yaitu:

a.Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Panitia Sembilan yang dibentuk untuk menyusun dasar negara bersidang pada 22 Juni 1945 menghasilkan suatu keputusan yang diberi nama “Piagam Jakarta” yang berisi:
1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b.Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada KRIS yang berlaku dari 29 Desember 1949-17 Agustus 1950, rumusan Pancasila yang termaktub adalah:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Peri Kemanusiaan
3.Kebangsaan
4.Kerakyatan
5.Keadilan sosial

c.Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Dalam UUDS ’50 yang berlaku dari 17 Agustus 1950-5 Juli 1959, rumusan Pancasila yang termuat adalah:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Peri Kemanusiaan
3.Kebangsaan
4.Kerakyatan
5.Keadilan sosial

d.Kalangan Masyarakat 1966
Sementara itu, pada dekade 60-an di kalangan masyarakat beredar rumusan Pancasila yang beranekaragam, antara lain:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Peri Kemanusiaan
3.Kebangsaan
4.Kedaulatan Rakyat
5.Keadilan Sosial

Berdasarkan Ketetapan MPR No.: XX/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968, pengucapan, penulisan, dan rumusan Pancasila yang sah dan benar adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.3

B.ASAL MULA PANCASILA

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara tidaklah terbentuk secara mendadak. Menurut asal mulanya, Pancasila dapat dibagi menjadi dua4:

1.Asal mula langsung
Menurut Notonagoro, asal mula langsung Pancasila apat dibagi dalam berbagai aspek:

a.Asal mula bahan (Kausa Materialis)
Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sehingga ia pada hakikatnya merupakan hasil penggalian nilai-nilai, adat-istiadat, kebudayaan, dan nilai-nilai religius bangsa Indonesia.

b.Asal mula bentuk (Kausa Formalis)
Asal mula bentuk Pancasila sebagaimana tercantum pada Pembukaan UUD 1945 adalah Ir. Soekarno-Drs. Muhammad Hatta beserta anggota BPUPKI lainnya yang merumuskan, membahas, dan mengesahkan bentuk dan nama Pancasila.

c.Asal mula karya (Kausa Effisien)
Asal mula karya atau asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah adalah kewenangan dari lembaga yang berhak mengesahkan dasar negara, dalam BPUPKI, Panitia Sembilan, dan PPKI.

d.Asal mula tujuan (Kausa Finalis)
Pembahasan Pancasila dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia Sembilan, an PPKI bertujuan untuk dijadikan dasar negara.

2.Asal mula tak langsung
Bila dirinci, asal mula tak langsung Pancasila adalah sebagai berikut:
i.Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ii.Nilai-nilai itu terkandung dalam pandangan hidup bermasyarakat dan menjadi pedoman dalam memecahkan problema kehidupan bangsa.
iii.Dapat disimpulkan bahwa asal mula tak langsung dari Pancasila adalah rakyat Indonesia sendiri.

C.FUNGSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI REFORMATIF

Pancasila sebagai sebuah ideologi tidaklah bersifat kaku atau tertutup, melainkan bersifat terbuka, dinamis, reformatif dan aktual. Eksplitasi Pancasila dengan situasi dan kondisi zaman yang berubah mutlak dilakukan. Maka, sejak reformasi bergulir diambil langkah-langkah eksplitasi oleh MPR ataupun DPR berupa pencabutan asas tunggal Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, pencabutan P4, dan pengembalian fungsi Pancasila sebagai dasar negara RI. Hal ini dilakukan dalam Sidang Istimewa MPR, 10-13 Nopember 1998. Berdasarkan TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 Presiden secara yuridis tidak memiliki wewenang lagi untuk mengembangkan Pancasila. Jadi, bila ada wacana pada saat ini untuk kembali pada asas tunggal berarti juga mengebiri Pancasila dan merupakan suatu langkah mundur.

D.SEJARAH REFORMASI

Merajalelanya perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme, ketidakpercayaan rakyat pada aparat pemerintahan dan wakil rakyat, pengembangan sistem politik yang otoriter dan cenderung berpusat pada para penguasa negara, kelompok militer, cerdik cendikiawan dan wiraswasta oligopolistik yang bekerjasama dengan kelompok internasional menimbulkan dampak luar biasa bagi segenap bangsa Indonesia saat terjadi krisis ekonomi dahsyat awal 1997.
Pancasila yang harusnya dijadikan norma dasar pembangunan hanya dibuat sebagai alat legitimasi politik penguasa belaka.
Puncak dari itu semua ialah ancurnya sendi-sendi ekonomi negara. Maka timbullah gerakan dari mahasiswa bersama rakyat yang menuntut Reformasi di segala bidang.
Gerakan Reformasi tersebut berhasil menggulingkan kekuasaan Presiden Soeharto, presien ke-2 RI yang berkuasa lebih kurang 32 tahun pada tanggal 21 Mei 1998. Digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie dengan Kabinet Reformasi Pembangunan, masa transisi dimulai. Berbagai perubahan dilakukan baik di lembaga-lembaga negara, perundang-undangan, dwi-fungsi ABRI, dan tak lupa bidang ekonomi yang saat itu mengalami chaos dengan kurs Rupiah terpuruk pada level Rp. 15.000,00 per Dollar Amerika Serikat.
Dalam era pemerintahan Presiden B.J. Habibie inilah diadakan Pemilihan Umum 1999 yang menghasilkan Presiden K.H. ‘Abdurrahman Wahid pada suatu Sidang Paripurna MPR yang mana dipimpin oleh salah satu tokoh Reformasi, Prof. Dr. M. Amien Rais, 21 Oktober 1999.
Tidak berapa lama, Presiden Wahid menjalankan kekuasaannya terjadilah suatu skandal yang diberi nama Buloggate and Bruneigate. Skandal tersebut membuat Presiden Wahid dengan terpaksa menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, 21 Juli 2002.
Di akhir masa kekuasaan Presiden Megawati, diselenggarakanlah Pemilihan Umum 2004, dimana di dalamnya terdapat dua pemilihan, yaitu Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden, untuk pertama kalinya sebagai konsekuensi Amandemen UUD 1945. Di mana pada Pilpres 2004 ini terpilihlah Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla.

E.SISTEM DAN PERMASALAHAN EKONOMI INDONESIA

1.Sistem Ekonomi Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan dalam Pembukaannya bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Penegasan di atas tidak terlepas dari pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan yaitu negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penjabaran akan hal itu terdapat pada Pasal 33 UUD 1945 yang melandasi usaha-usaha pembangunan ekonomi atau sistem ekonomi di Indonesia. Pasal 33 tersebut berbunyi:
1)Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2)Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara.
3)Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
4)Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.5
Dalam penjelasannya, Pasal 33 UUD 1945 merinci: bahwa ekonomi nasional berdasar pada demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh dan untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai ialah koperasi.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di alamnya harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh kepada perseorangan yang berkuasa dan mengakibatkan penindasan rakyat. Hanya produksi yang tak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh dikuasai perseorangan.
Adapun ciri-ciri Demokrasi Ekonomi lainnya adalah:
1. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar daerah dalam suatu kesatuan perekonomian nasional dengan memberdayakan potensi daerah secara optimal dengan visi Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
2. Warga negara memliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki, mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan disertai pengakuan akan hak milik pribadi dengan syarat pemanfaatannya tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat.6

2.Masalah-masalah Ekonomi Indonesia
Sebagai sebuah sistem, Demokrasi Ekonomi yang dianut negara Republik Indonesia mengadapi tantangan zaman globalisasi seperti:
a.Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang berakibat bagi bangsa Indonesia berupa kelemahan struktural ekonomi nasional.
b.Sistem etatisme yang berarti dominasi negara beserta aparatue ekonominya sehingga menimbulkan akibat matinya potensi dan daya kreasi unit ekonomi di luar sektor negara.
c.Persaingan usaha tak sehat, pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok konglomerat berupa monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan jiwa keadilan sosial.
Selain itu, menghadapi era perdagangan bebas saat ini, bangsa Indonesia masih bergelut menuntaskan masalah-masalah ekonomi yang klasik seperti:
i.Lapangan kerja produktif dan pengangguran. Masalah ini sebagai akibat ketimpangan antara produktivitas dan kuantitas tenaga kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini diperparah dengan keengganan generasi muda berkerja di sektor pertanian yang merupakan sektor kerja mayoritas di negeri ini. Terkait pula dengan minimnya kesejahteraan dan perlindungan petani.
ii.Ketimpangan perimbangan kekuatan ekonomi di antara golongan masyarakat sebagai pelaku aktif proses produksi dan distribusi barang.
iii.Ketidakseimbangan kekuatan ekonomi antar daerah sebagai akibat kesalahan konsentrasi pembangunan di masa lalu yang bepusat pada kota-kota besar khususnya di Pulau Jawa. Meskipun saat ini masalah tersebut sudah mulai dapat diatasi dengan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam kerangka otonomi daerah.7

F.REFORMASI EKONOMI INDONESIA

Seperti telah sering disinggung di depan, awal mula gerakan reformasi di Indonesia adalah keterpurukan ekonomi bangsa menghadapi krisis moneter 1997. Tanda-tanda terjadinya krisis tersebut adalah likuidasi 16 bank umum oleh Menteri Keuangan saat itu, Drs. Mar’ie Muhammad karena kredit macet yang luar biasa parah di samping terjadinya skandal pelarian dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) ke luar negeri oleh para pemilik bank-bank tersebut.
Hal itu menunjukkan betapa lemahnya ketahanan ekonomi nasional sebagai akibat pelanggaran-pelanggaran terhadap amanat Pancasila dan UUD 1945 di bidang ekonomi.
Rakyat yang seharusnya merasakan sutu keadilan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab justru mengalami nasib sebaliknya. Kekayaan mereka digunakan oleh para penguasa secara tidak semestinya. Demokrasi Ekonomi yang sering digembar-gemborkan oleh Orde Baru, mereka gembosi sendiri. Kekuatan ekonomi dibuat berpusat pada para konglomerat kroni-kroni penguasa, bahkan dipusatkan pada keluarga penguasa yang terkenal dengan sebutan “Keluarga Cendana”. Praktek monopoli, oligopoli, an monopsoni terkesan dilindungi. Koperasi yang seharusnya menjadi soko guru ekonomi nasional dikangkangi dan dimarjinalkan menjadi hanya sekedar hidup, sekedar nama, tanpa kontribusi signifikan berkeadilan bagi rakyat.
Untuk mengatasi keadaan carut-marut itu, pada masa reformasi ini perubahan-perubahan telah mulai dilakukan oleh lembaga-lembaga negara. Dimulai dengan Ketetapan-Ketetapan MPR mengenai Reformasi di Bidang Ekonomi, penyusunan UU Anti Monopoli, amandemen beberapa UU bidang ekonomi yang dinilai tiak sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi sampai akhir-akhir ini terbitnya Penetapan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi, Penetapan Presiden tentang Prosedur Peruntukan Lahan untuk Pembangunan, pengesahan UU Ketenagakerjaan, UU Penanaman Modal, dan UU Perlindungan Konsumen adalah bukti bagaimana reformasi di bidang ekonomi telah dijalankan.
Langkah reforamatif lain yang tak kalah penting ialah penerapan dual system economy atau ekonomi dua sistem yaitu ekonomi konvensional berupa sistem ekonomi pasar (liberal) dan sistem ekonomi syari’ah. Pengetrapan dual system ini tampak mencolok dengan peresmian Direktorat Perbankan Syariah pada Bank Indonesia, masuknya sistem syariah pada Undang-Undang Perbankan, rencana Pemerintah untuk menerbitkan obligasi dan/atau surat utang negara syariah atau dalam bahasa fiqh disebut sukuk, serta terbitnya peraturan perundang-undangan yang mengatur perekononomian syariah meliputi bidang perbankan syariah dan asuransi syariah. Bahkan, berdasarkan rekomendasi Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) ke-3 di Riyadh, Arab Saudi awal November 2007 lalu dimungkinkan dalam beberapa tahun mendatang Indonesia akan menggunakan Dinar (mata uang dari emas) dan/atau Dirham (mata uang dari perak) sebagai mata uang pendamping Rupiah guna memperkuat dan menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah khususnya untuk urusan perminyakan dan hubungan dengan negara-negara Islam Timur Tengah. Tampaknya langkah reformasi berupa sistem ekonomi syariah ini dilakukan mengingat berdasarkan pengalaman Bank Muamalat sebagai satu-satunya Bank Syariah masa itu berhasil bertahan dengan sangat baik menghadapi goncangan krisis ekonomi 1997 lalu. Inilah bukti bahwa nlai-nilai Ketuhanan sila pertama Pancasila yang berdasarkan pada agama, khususnya dalam hal ini Islam sebagai agama mayoritas di negeri ini mampu menjawab tantangan zaman seberat apapun. Jadi, tidak semestinya rakyat Indonesia ini takut pada hal-hal yang berbau agama khususnya Islam dengan memposisikan seolah-olah Islam berlawanan dengan Pancasila. Anggapan ini adalah salah besar, sebab nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila berkesesuaian pula dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Di bidang kebijakan, reformasi ekonomi dilaksanakan dengan pemrograman pembangunan berupa Propenas (Program Pembangunan Nasional) dalam jangka lima tahun sebagai pengganti Pelita di zaman Orde Baru, REPETA (Rencana Pembangunan Tahunan) berjangka satu tahun, dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) sebagai pengganti GBHN berdasar Amandemen UUD 1945 yang menghapus kewenangan MPR menyusun suatu Garis-garis Besar Haluan Negara. Di daerah, sebagai wujud otonomi daerah, kebijakan-kebijakan reformatif tersebut diejawantahkan dalam RPJMD (Rencana Pmbangunan Jangka Menengah Daerah).
Sedangkan untuk menimalisir terjadinya kembali korupsi, kolusi, dan nepotisme seperti di masa lalu yang turut meruntuhkan sendi- sendi ekonomi, langkah reformatif yang dilakukan ialah membentuk KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara) yang kemudian diperluas menjadi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Komisi ini bertugas menerima dan memeriksa laporan kekayaan dari para pejabat negara serta memproses penyelidikan atas dugaan terjadinya kasus korupsi. Sampai saat karya tulis ini ditulis, KPK telah berhasil mengungkap beberapa kasus korupsi yang merugikan negara milyaran rupiah.
Diharapkan dengan langkah-langkah reformatif yang telah dilakukan, ekonomi Indonesia bisa lebih baik dan lebih tahan banting. Meskipun harapan itu tampaknya masih memerlukan usaha keras, kesabaran yang tinggi, dan waktu yang lama.

G.PARADIGMA REFORMASI BIDANG EKONOMI

Dalam Kamus Elektronik karya Ebta Setiawan, paradigma berasal dari istilah bahasa Inggris paradigm yang berarti model pola atau contoh.8 Sehingga dalam pembahasan paradigma reformasi bidang ekonomi ini, model pola yang dimaksud tak lain dan tak bukan adalah Pancasila sebagai nilai dasar pembangunan nasional.
Maksud dari Pancasila sebagai nilai dasar pembangunan adalah agar nilai-nilai luhur atau norma-norma Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi pembangunan.
Pengejawantahan Pancasila sebagai paradigma reformasi ekonomi secara normatif ialah bahwa dalam melaksanakan reformasi ekonomi, kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga negara tidak boleh bertentangan dengan Pancasila atau bahkan mengkhianati nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Sedang dalam tataran operasional, reformasi ekonomi haruslah bermuatan nilai-nilai Pancasila seperti muatan nilai-nilai Ketuhanan dalam akomodasi sistem ekonomi syariah, nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dengan penguatan dan perlindungan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perlindungan dan pembinaan secara intensif sektor usaha koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa, dan tak lupa penciptaan supremasi hukum yang berkeadilan demi kondusivitas sektor usaha berupa penanaman modal dalam negeri maupun asing.

(Makalah ini disusun oleh Luqman Amirudin Syarif, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Alamat: luasy-01@plasa.com atau rumahlain-LuqmanAmirudin.blogspot.com)

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2002. Piagam Jakarta Undang-Undang Dasar 1945 Beserta Penjelasannya.. Bandung:. Penerbit Citra Umbara
Hurriyati, Ratih. 1995. Penuntun Belajar Ekonomi 2 untuk SMU Kelas 2. Bandung: Ganeca Exact.
M.S, Kaelan. 2001. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Setiawan, Ebta. 2007. Kamus 2.03 Freeware. Yogyakarta: Ebsoft.web.id
Sulthon, M.Si. 1999. Pembangunan Ekonomi dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia dalam Jurnal Ilmiah Menara Edisi 2 Tahun I. Ponorogo: Lembaga Penelitian dan Studi Kawasan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Tim Penyusun Materi Pelengkap Penataran P4 BP7 Pusat. 1993. Bahan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara. Jakarta: BP7 Pusat.