Minggu, 24 Agustus 2008

MODEL PENAFSIRAN AL-QUR’AN




PENDAHULUAN


1 Pengertian

“Model” berarti contoh, acuan, ragam, atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran obyektif.

Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, yang kemudian diterjemahkan oleh bangsa Arab dengan kata thariqat dan manhaj. Sedang dalam bahasa Indonesia sendiri memiliki arti: “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai sesuatu yang ditentukan.

“Tafsir” berasal dari bahasa Arab, fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Dapat pula berarti al-idhah wa al-tabyin yaitu penjelasan dan keterangan.

Dalam kaitan studi tafsir, dapat diperjelas dengan pengertian: suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga pengertian dari metodologi tafsir adalah pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al-Qur’an.


2 Perkembangan Metodologi Tafsir


Secara garis besar berdasarkan pada perkembangan zamannya, penafsiran Al-Qur’an dilakukan melalui empat metode:

  • Ijmali (global); zaman nabi dan sahabat.

Nabi dalam menafsirkan al-Qur’an menggunakan metode ini dikarenakan pada saat itu para sahabat sudah mampu menangkap makna yang dimaksud oleh Rasulullah SAW meskipun hanya dalam bentuk gambaran umum yang tak terperinci.

Metode ini juga dipakai dalam Tafsir Al-Jalalain karya As-Suyuthi dan Taj At-Tafasair karya Al-Mirghani.

  • Tahlili (analitis); zaman perluasan wilayah kekhalifahan Islam.

Seiring perluasan wilayah kekhalifahan Islam baik Daulah Bani Umayyah maupun Bani ‘Abbasiyah, banyak orang-orang 'Ajam (non-Arab) yang masuk Islam. Mereka kurang dapat mengerti maksud ayat al-Qur’an secara umum. Untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut dengan ijtihad para mufassir muncullah metode ini. Pada awalnya metode ini bertitik tumpu pada riwayat (ma’tsur), tetapi kemudian berkembang dengan menggunakan ar-ra’y seperti yang dilakukan Ath-Thabari.

  • Muqarin (perbandingan); zaman pembukuan hadits.

Metode ini muncul untuk memenuhi kebutuhan ummat yang ingin memahami makna ayat terutama pada ayat-ayat yang redaksionalnya mirip. Karya terkenal dari masa ini ialah: Durrat at Tanzil wa Ghurrat al Ta’wil karya Al-Khatib Al-Iskafi (240 H).

  • Maudlu’i (tematik); abad modern.

Lahir sebagai pemenuhan kebutuhan ummat di zaman modern yang ingin memahami makna al-Qur’an secara ringkas, padat, dan cepat tanpa harus membuka kitab-kitab tafsir yang tebal. Istilah metode ini sendiri dipopulerkan oleh Ustadz al-Jil Prof Dr. Ahmad al-Kuumy.


PEMBAHASAN


1 Model Quraish Shihab


Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab (1944) terdapat dua model penafsiran Qur’an yaitu:

1.1 Model Bercorak Ma’tsur (Riwayat)

Model ini berkembang pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW yang mana bila mereka gagal menemukan penjelasan Nabi, mereka merujuk kepada bahasa dan syair-syair Arab. Sebagai contohnya, Umar bin Khattab pernah bertanya tentang arti takhawwuf dalam firman Allah: Auw ya’khuzabum ‘ala takhawwuf. (Q.S. 16:47).

Kelebihan dari metode ini antara lain:

  1. mementingkan aspek bahasa dalam memahami Al-Qur’an, memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya.

  2. mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga mencegahnya terjerumus ke dalam subyektivitas.

Sedang kekurangannya:

  1. terjerumusnya mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan kesusasteraan yang bertele-tele.

  2. seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbabun nuzul) atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hokum hamper dapat terabaikan sama sekali.


1.2 Model Penalaran


1.2.1 Metode Ijmali (Global)

Pengertian : menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Bersistematika penulisan menurut susunan ayat-ayat dalam mushaf.

Contoh : Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya Muhammad Farid Wajdi, Tafsir Jalalain.

Ciri-ciri : tidak ada ruang bagi mufassir untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya sendiri, bersifat ringkas dan umum hingga seakan-akan kita masih membaca Al-Qur’an padahal yang dibaca adalah tafsirnya.

Kelebihan : praktis dan mudah dipahami, bebas dari penafsiran Israiliat1, akrab dengan bahasa Al-Qur’an.

Kekurangan : menjadikan petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial (tidak utuh/padu), tak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.


1.2.2 Metode Tahlili (Analitis)

Pengertian : menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat tersebut serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai keahlian dan subyektivitas mufassir.

Contoh : Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Manar.

Ciri-ciri : terbagi dalam dua bentuk: ma’tsur (riwayat) dan ra’y (pemikiran), pembahasannya bersifat melebar, bukan menafsirkan Al-Qur’an dari awal mushaf sampai akhirnya.

Kelebihan : ruang lingkup luas, memuat brbagai ide.

Kekurangan : menjadikan petunjuk Al-Qur’an parsial, melahirkan penafsiran subyektif, memasuki pemikiran Israiliat.


1.2.3 Metode Muqarin (Perbandingan)

Pengertian : membandingkan teks atau nash ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan, atau dengan hadits yang pada lahirnya terlihat bertentangan atau membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Contoh : Tafsir karya Al-Biqa’i.

Ciri-ciri : membandingkan ayat dengan ayat, membandingkan ayat dengan hadits, dan memperbandingkan pendapat mufassir.

Kelebihan : memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas kepada para pembaca, membuka pintu toleransi terhadap pendapat orang lain, mendorong kehati-hatian dalam menafsirkan al-Qur’an.

Kekurangan : tidak dapat diberikan pada pemula, kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh dalam masyarakat, terkesan hanya sebagai penulusuran tafsiran-tafsiran mufassirin.


1.2.4 Metode Maudlu’i (Tematik)

Pengertian : membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai tema atau judul yang telah ditetapkan.

Contoh : Al-Insan fi Al-Qur’an karya Mahmud al-‘Aqqad, Ar-Riba’ fi Al-Qur’an karya al-Maududi.

Ciri-ciri : menghimpun ayat-ayat berkaitan dengan judul sesuai kronologis waktu turunnya, menelusuri asbabun-nuzul ayat-ayat terhimpu, penelitian secara cermat kata dan kalimat yang terkandung, pengkajian terhadap pemahaman-pemahaman mufassirin tentang ayat tersebut, menghindari sejauh mungkin subyektivitas mufassir.

Kelebihan : menjawab tantangan zaman, praktis-sistematis, dinamis, dan membuat pemahaman menjadi utuh.

Kekurangan : memenggal ayat Al-Qur’an, membatasi pemahamanan ayat.


2 Model Ahmad Al-Syarbashi


Model penafsiran ini menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis. Ruang lingkup hasil penelitiannya mencakup:

  1. mengenai penafsiran Al-Qur’an yang dibagi ke dalam tafsir di zaman sahabat Nabi.

  2. mengenai corak tafsir yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik.


3 Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali


Dalam model penelitian tafsir ini, metode yang dipergunakan ialah metode eksploratif, deskriptif, dan analisis dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu.


4 Model Lain


Dengan model ini, diantara mufassir ada yang memfokuskan penelitiannya pada kemu’jizatan Al-Qur’an; metode-metode, dan kaidah-kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an, serta ada pula yang khusus meneliti corak dan penafsiran Al-Qur’an yang terjadi pada abad keempat Hijriyah.

Demikianlah, upaya ummat Islam untuk mengamalkan kitab sucinya, Al-Qur’an telah menghasilkan berbagai macam metode penafsiran. Kesemuanya tak lain dan tak bukan hanyalah untuk menegakkan kalimat Allah semata. Kewajibanlah untuk terus belajar!


(Makalah ini disusun oleh Juminto dan Luqman Amirudin Syarif, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Alamat: luasy-01@plasa.com atau rumahlain-LuqmanAmirudin.blogspot.com)


DAFTAR PUSTAKA


Baidan, Nasruddin. Dr. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nata, Abuddin. 2001. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Persada.











1 Segala sesuatu yang bersumber dari kebudayaan Yahudi atau Nasrani, baik yang ternaktub dalam Taurat, Injil, dan penafsiran-penafsirannya maupun pendapat orang-orang Yahudi atau Nasrani mengenai ajaran agama mereka.